NEKAD MENEROBOS DERASNYA HUJAN DENGAN SEPEDA MOTOR

Di Pantai Serang - Blitar
 Sejak SMA aku memang hobi traveling.  Apalagi semenjak Ibu membelikanku sebuah sepeda motor, kenekatanku untuk mengunjungi tempat-tempat yang kurasa menarik kian besar.

Kadang tanpa berpamitan pada Ibu aku sudah pergi dengan sepeda motorku ke sebuah tempat yang ingin kukunjungi.  Meski seorang diri, sedikitpun tak ada rasa takut akan godaan lelaki iseng selama perjalanan.

Bagiku, sepeda motor adalah nafasku.  Tanpanya aku tak pernah bisa sebebas merpati.  Aku memang seperti ratu jalanan, yang suka kebut-kebutan.  Pernah beberapa kali aku jatuh atau mengalami kecelakaan hingga daguku dijahit karena robek, atau gigiku terpaksa di tambal gara-gara patah separo.  Bahkan, aku sering uring-uringan dengan Ibu yang terlalu mengkhawatirkan keselamatanku.


Itu dulu, saat aku masih remaja.  Saat masih menjunjung tinggi sebuah ego, bahkan tak pernah memperhatikan lembutnya hati seorang Ibu.  Maafkan kenakalanku Ibu.......

Kini, meski aku sudah berumah tangga, hobi travelingku seakan tak bisa kuhilangkan.  Apalagi suamiku juga sama-sama penggila traveling. Bukan kendaraan umum yang digunakan untuk menuju ke suatu tempat, melainkan sebuah sepeda motor.  Resmi, kami saling mendukung untuk hobi yang satu ini.

Mungkin bagi sebagian orang yang sudah terbiasa, mengendarai sepeda motor dari Denpasar- Bali menuju Blitar adalah hal yang biasa dan wajar.  Namun tidak bagiku.  Aku menganggap ini adalah sebuah pengalaman ternekad sepanjang traveling kami.

Suatu hari suamiku menyampaikan idenya untuk mencoba melakukan perjalanan Bali - Denpasar dengan mengendarai sepeda motor milik temannya.  Disamping hemat biaya, juga hemat waktu dan bisa menikmati pemandangan di perjalanan.  Akupun ragu, mengkhawatirkan nasib anak semata wayangku yang paling susah diajak jalan jauh.  

Bahkan aku berpandangan, membawa anak berarti harus membawa banyak bekal, bukan hanya makanan tetapi juga pakaian dan perlengkapan lainnya. Tapi suamiku menolaknya.  Dia tidak ingin aku membawa barang banyak, cukup baju ganti anak satu stel dan jas hujan serta handphone yang selalu setia di saku kami.  Kami memang pengguna setia telkomsel yang jangkauan jaringannya sangat luas dan sinyalnya bagus.

Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya aku, suami dan anakku melakukan traveling dari Bali menuju kampung halamanku di Blitar dengan menggunakan sepeda motor pinjaman.  Sebenarnya rasa takut muncul dalam benakku tentang sepeda motor itu.  Aku merasa tidak nyaman menggunakan barang milik orang lain.

 
Honda PCX 125 milik teman

Selepas sholat Shubuh, Honda PCX itu melaju kencang menerobos dinginnya udara di pagi hari.  Kami pun berharap agar segera tiba di penyeberangan Ketapang - Gilimanuk.  Ternyata sungguh tak disangka, sepanjang perjalanan antara Tabanan - Negara banyak pawai adat, karena waktu itu bersamaan dengan perayaan Nyepi. Hingga kami harus antri panjang, bahkan sekali waktu putar balik menuju jalan yang sekiranya tidak terhalang oleh pawai.

Namun, tetap saja.  Dimana-mana kami dihadang oleh rombongan orang Bali yang sedang mengadakan pawai.  Jadilah kami tiba di penyeberangan Ketapang - Gilimanuk pada tengah hari yang terik.  Tadinya kami mengira, sampai di penyeberangan akan cepat mendapat tempat parkir.  Ternyata, kami harus antri lagi, bahkan ikut berdesak-desakan demi mendapatkan sebuah tiket untuk menyeberang.  

Sempat terbersit rasa kagum melihat kerumunan orang yang berdesak-desakan membeli tiket itu.  Ternyata, bukan aku saja yang hobi bersepeda motor.  Banyak orang yang nekat mengendarai sepeda motor untuk menuju kampung halamannya.  Bahkan mereka seolah tak memperhatikan keselamatannya, dengan membawa barang bawaan yang terlalu banyak.

Hampir satu jam kami berada di atas kapal ferry.  Begitu sampai di Ketapang, kami kembali berebut mencari jalan keluar.  Duh....sungguh sesak rasanya harus berdesak-desakan.  Bahkan baru sepuluh menit perjalanan, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya.  Resmi kami membungkus baju kami dengan jas hujan.

Rupanya jas hujan itu tidak rapat.  Nyatanya bajuku, baju anakku bahkan baju suamiku sebagian basah.  Apalagi saat memasuki hutan yang panjang dan menanjak, sesekali suamiku harus menahan laju motornya.  Bahkan ketika sebuah truk berpapasan dengan motor kami, kami harus terima luapan air hujan dari roda truk itu menyembur ke wajah kami.  Tanpa sengaja, sesekali kami menelan air hujan yang penuh lumpur itu.  Duh........

Memasuki kota Situbondo, hujan pun agak turun reda.  Anakku mulai merengek, karena sebagian bajunya basah.  Demi membuat rengekannya berhenti, suamiku mengajak singgah di rumah temannya.  Dan aku bersyukur, rupanya persinggahan kami membawa berkah.  Baju anakku sedikit kering, bahkan perut kami pun tak lagi bernyanyi.  Nasi putih dan pecel lele dihidangkan oleh tuan rumah untuk kami.

Tak berapa lama kemudian kami melanjutkan perjalanan.  Dengan harapan agar segera sampai tujuan.  Bahkan kami juga ingin menikmati pemandangan pantai pasir putih atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap Paiton di sore hari.  Nyatanya hujan itu selalu menghalangi langkah kami.

santai sejenak sambil mejeng

Hampir di setiap kota dari Situbondo - Paiton - Probolinggo - Pasuruan, hujan itu selalu datang silih berganti.  Sesekali kami harus berhenti memakai jas hujan, bahkan suamiku tak lagi dapat mempercepat laju motornya.  Yang ada hanyalah pasrah dan diam, karena tak tahu sampai kapan hujan itu akan reda.

Akhirnya, kami pun memutuskan untuk tetap memakai jas hujan apapun kondisinya.  Begitu sampai di Pasuruan waktu sudah menunjukkan jam 7 malam, hujan pun benar-benar reda.  Sekali lagi anakku kembali merengek karena merasa sebagian bajunya basah.  Untuk itulah aku mengajak suamiku berhenti di sebuah warung di tepi jalan untuk sekedar mencari penghangat tubuh.  Padahal membeli makanan di warung pinggir jalan sama sekali belum pernah kulakukan.

Rasa malu itu sejenak kusimpan demi anakku.  Aku pun merasakan tubuhku agak penat.  Setelah merasa cukup beristirahat, kami pun segera melanjutkan perjalanan.  Dan, memang sungguh di luar dugaan.  Begitu memasuki kota Lawang - Malang, hujan pun kembali turun sangat deras.  Kami lupa memakai jas hujan, akhirnya kami terima sebagian baju kami basah oleh air hujan.

Demi memikirkan anak, aku mengajak suamiku untuk berteduh di depan toko yang tutup, dan mengganti baju anakku dengan sisa bajunya yang tinggal satu dan masih kering.  Hampir 1 jam kami berteduh di situ.  Rupanya cuaca memang lagi tak bersahabat.  Bukannya hujan itu semakin reda, namun bertambah lebat turunnya, jalanan pun tampak banjir, dipenuhi air selokan yang meluap.

Melihat keadaan  itu, suamiku mengajak segera melanjutkan perjalanan, agar cepat sampai tujuan.  Naas memang, ia kurang hati-hati menjalankan motornya.  Sebuah tugu kecil di samping toko ditabraknya.  Seketika bagian depan motor itu ringsek.  Duh....apes deh, motor pinjaman rusak lagi, terpaksa harus cari gantinya!

Denpasar Selatan-20130417-00040.jpg
Bagian motor yang rusak akibat menabrak tugu
Namun suamiku tak mau memikirkan hal itu, yang diinginkannya adalah cepat sampai tujuan.  Kembali kami terobos derasnya air hujan.  Hawa dingin yang merasuki tubuh kami tak lagi kami hiraukan.  Akupun tak tahu bagaimana nasib anakku yang duduk di depan.  Doaku semoga dia tidak sakit gara-gara mengikuti kemauan orang tuanya yang terlalu nekad.

Anakku duduk di depan


Dan memang benar adanya.  Anakku sangat kuat fisiknya.  Guyuran air hujan itu tak membuatnya terserang flu atau demam.  Hanya sedikit menggigil karena baju yang dipakainya basah.  Dan guyuran air hujan itu pula yang tidak bisa membuat kami cepat sampai di rumah.

Hampir jam 12 malam kami tiba di Blitar.  Saat suasana sepi, setiap penghuni rumah mulai menuju ke peraduannya, kami benar-benar tiba di rumah.  Begitu melihat keadaan kami, Ibu dan adikku geleng-geleng kepala.  Mereka menganggap kami terlalu nekad melakukan perjalanan jauh dari Denpasar - Bali ke Blitar dengan mengendarai sepeda motor, menerobos derasnya hujan.  Bahkan tanpa bekal makanan atau baju ganti.  Buktinya seluruh tubuh kami kotor oleh terjangan air hujan, bahkan hampir semua baju kami basah.  Kami pun menggigil kedinginan.

Namun, kami merasa sangat senang, bahkan suatu saat akan mencobanya kembali.  Untuk urusan traveling kami memang nekad demi sebuah pengalaman walaupun bermodalkan pulsa dari Telkomsel.







Tulisan ini diikutsertakan dalam ""Lomba Blog Nekad Traveler bersama Telkomsel"

Posting Komentar

12 Komentar

  1. Sama kaya saya dan pacar sukanya juga keliling tempat baru. cuma bedanya pacar saya gak bisa naik motor jadi gak bisa gantian kadang hehehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe....kapan-kapan dibelajarin ya pacarnya naik motor biar bisa gantiin nyetirnya hehehe

      Hapus
  2. waah keren bunda :D
    traveler bertiga begitu rasanya seperti membawa rumah saja. karena ada keluarga setiap saat #edisi-soktau
    hehe.. tapi keren ih beneran.

    sukses ya bunda lombanya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihik......nekad kali ya menerobos air hujan, dari Denpasar ke Blitar, pakai motor pula. Tapi seru kok pengen mencoba lagi....terima kasih atas kunjungannya

      Hapus
    2. lain kali sekalian backpackeran bun.. bawa tenda.. aiih kebayang romantisnya kalian..
      pita rekomendasiin ke Dieng.. (y)


      salam kenal ya, bund :D

      Hapus
    3. hihik....lucu kali ya sekaligus seru kalau sampe bawa tenda, pake acara kemping segala.....berasa seperti muda lagi, btw mau nabung dulu ah bwt beli motor impian 'harley davidson' biar bisa jelajah nusantara hehehe.....

      salam kenal kembali

      Hapus
  3. Wah, bener-bener nekad ya, Mbak. Kalo aku, pasti ga akan kuat melakukan perjalanan dengan sepeda motor sepanjang itu. Jauh banget jaraknya, pasti pegel2, penat. :)

    Sukses ya, mbak, semoga menang!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Xixixi emang nekad, bener kata mak Alaika, tapi kalo aku sih lebih salut karena berani naik motor. aku dong nggak berani hahaha

      Hapus
    2. @Mbak AL: iya sih berasa banget pegelnya, tapi asyik kok apalagi diguyur air hujan....aih tambah dingin deh hehehe

      Amin....terima kasih mbak Al

      Hapus
    3. @Mbak NOE: kalau naik motor mah sudah biasa sejak dulu, pake kebut-kebutan lagi, nah ini nih yang belum biasa, naik motor bertiga sambil diguyur air hujan, wiiiih serasa muda lagi mbak hehehe.....

      Hapus
  4. Wow....
    Perjalanan Lumajang-Papuma saja saya sudah mswehmsweh kecapean,,, Apalagi yang begini~....
    Jiwa traveling sejati banget...

    BalasHapus
  5. bener2 nekat, Mbak. Perjalanan jauh cuma bawa 1 stel baju. Nekat tp seru hehe

    BalasHapus

Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...