Tujuh Makna Rumah Ternyaman Untuk Didiami

Rumah adalah salah satu tempat ternyaman untuk didiami. Memiliki rumah pribadi dengan kondisi lingkungan yang strategis dan nyaman, ditambah penataan ruangan yang bersih dan rapi, tentunya menjadi dambaan setiap keluarga.

makna rumah ternyaman untuk didiami

Namun tidak semuanya mendapatkan kesempatan memiliki rumah secepat itu. Ada yang terpaksa mengontrak karena belum memiliki cukup dana untuk membeli rumah pribadi. Ada pula yang mengontrak rumah karena suami pindah tugas, sementara anak melanjutkan sekolahnya, serta berbagai alasan lainnya.

Tinggal Di Rumah Dinas Sejak Menetap Di Papua

Sejak menikah saya memutuskan resign dari tempat kerja dan mengikuti suami yang berdinas di Jayapura, Papua. Sejak saat itu kami selalu mengandalkan rumah dinas sebagai tempat tinggal kami. Bersyukur sejak dinas di Papua, kami selalu mendapatkan rumah dinas, sehingga tidak harus mengontrak rumah di luar asrama.

serba-serbi kehidupan di Jayapura, papua


Bukan berarti tinggal di rumah dinas minim masalah. Saya pernah mengalami kebanjiran di saat hujan deras. Semua perabotan terendam air hujan, termasuk beras dan kasur satu-satunya milik kami. Bahkan, kami pun juga terusik ketika tetangga berselisih paham dengan tetangga lainnya gara-gara masalah sepele.

Rumah kami juga pernah disatroni maling gara-gara kami tidak pernah mengunci pintu ketika meninggalkan rumah. Entah siapa pelakunya, yang jelas pencuri itu pandai mengelabuhi kami seolah-olah uang simpanan kami diambil tuyul. Uang itu tidak hilang sekaligus namun menyusut dengan jumlah tertentu. Hingga akhirnya saya memergoki pencuri itu berada di dalam rumah. Namun sayang, saya tidak bisa mengejarnya, karena pencuri itu lari dengan kencangnya saat saya berteriak “maliiiing”.

Bahkan, ketika suami pindah tugas ke satuan lain, rumah dinas kami berada di tepi hutan. Lagi-lagi kami juga berhadapan dengan pencuri. Keadaan rumah yang terbuka tanpa pagar pengaman membuat pencuri itu leluasa menyatroni rumah kami. Saya pernah mendapati bercak kaki yang menempel di tembok kamar depan. Bersyukur suami sudah membuatkan pintu pengaman baik di depan maupun belakang, sehingga kami pun merasa aman.

Hal yang mengerikan ketika ular-ular itu datang tanpa diundang. Maklum rumah kami terletak di tepi hutan dengan semak-semak yang jarang dibabat. Ketika pagi menjelang, saatnya saya beraktifitas di dapur, tiba-tiba seekor ular melingkar di bambu dekat pintu belakang rumah. Saya pun teriak dengan kencangnya hingga membangunkan suami. Saat itu juga suami mengambil senapan anginnya, dan menembak mati ular itu.

Rupanya teror ular itu berlanjut selama beberapa hari gara-gara ular yang tertembak itu. Tapi memang begitulah cerita tentang ular, ketika seekor ular ditembak mati, maka saudaranya akan berdatangan untuk menuntut balas kematian ular tersebut.

Bersyukur teror ular itu tidak berkepanjangan, karena suami mendapatkan tugas untuk melanjutkan pendidikannya di Bandung. Itu artinya kami sekeluarga akan meninggalkan kota Jayapura yang sudah kami singgahi selama delapan tahun.

Bahkan karena cukup lama tinggal di Papua, barang-barang kami pun cukup banyak. Maklum kehidupan di Papua mengharuskan saya membeli beberapa perabotan dapur. Terutama untuk persiapan lebaran, karena lebaran disana sangat unik. Di hari pertama atau kedua lebaran kita akan mengadakan acara Open House yang dikunjungi para kerabat, teman bahkan anggota suami, dengan menyediakan berbagai makanan berat, seperti soto ayam, bakso, siomay, sop kimlo dan sebagainya.

Demi bisa membawa pulang perabotan tersebut, akhirnya suami memesan beberapa peti untuk menampung barang tersebut. Peti ini terbuat dari kayu dengan dilengkapi kunci pengaman. Dengan harapan, selain bisa digunakan menampung berbagai barang, peti ini bisa dimanfaatkan sebagai meja. Bahkan bisa dibawa serta kalau sewaktu-waktu pindah lagi.

Menjalani Kehidupan Baru di Bali

Setelah suami mengikuti pendidikan selama enam bulan, akhirnya ia ditugaskan ke wilayah Bali. Itu artinya saya juga harus mendampinginya kesana. Tahun pertama saya masih menetap di Jawa Timur, karena anak masih melanjutkan sekolahnya disana. Setelah kenaikan kelas barulah saya bawa serta anak untuk melanjutkan sekolah di Bali.

Barangkali kami termasuk nekat, belum mendapatkan rumah dinas tapi memutuskan untuk pindah ke Bali. Kami terpaksa menempati rumah dinas yang diisi dua keluarga. Berbagai masalah kerap terjadi, namun saya menganggapnya hal ini sebagai ujian kesabaran. Hingga akhirnya kami bisa lega karena suami mendapatkan rumah dinas baru yang bisa kami tempati satu keluarga.

serba-serbi kehidupan di Bali


Ternyata demikianlah kehidupan di asrama. Baru memasuki rumah dinas, sepatu anak saya hilang diambil anak-anak yang tinggal di blok sebelah. Sapi-sapi peliharaan orang kampung sebelah tidak diikat, sehingga mereka leluasa berkeliaran sampai masuk halaman rumah dan meninggalkan kotoran tanpa permisi. Bahkan tetangga baru yang tidak memiliki jemuran, mereka tanpa permisi menjemur cuciannya ke rumah saya. Saya pun sampai berulangkali menegurnya.

Bukan hanya itu, tanaman yang sengaja dibiarkan tinggi oleh suami sebagai pagar, tiba-tiba dibabat habis oleh tetangga tanpa permisi. Anak yang pulang dengan menangis gara-gara uang jajannya diambil paksa oleh anak tetangga. Permasalahan-permasalahan sepele semacam itu sungguh membuat saya tidak nyaman tinggal di kompleks asrama.

Lalu kami kembali pindah rumah dinas untuk ketiga kalinya. Bukan berarti disini kami nyaman. Meski saya berusaha mengatur rumah serapi mungkin, namun ada saja tetangga yang usil, yang suka mengambil barang tanpa permisi. Ah…bagi saya ini hal biasa, karena selama tinggal di asrama saya sudah berulangkali mengalami hal serupa.

Bagi saya, menata perabotan rumah dengan rapi, akan membuat saya betah tinggal di rumah dinas. Meski sudah berulangkali diingatkan mertua untuk tidak menambah perabotan rumah tangga selama di perantauan, nyatanya ini tidak berlaku bagi kami. Suami yang circle pertemanannya luas, membuatnya selalu mendapatkan barang baru secara cuma-cuma, hingga koleksi barang kami terus bertambah, dari meja kursi kayu, rak TV kayu, lemari kayu dan sebagainya.

Inilah yang membuat saya bingung menata rumah dengan perabotan yang makin menumpuk. Padahal sebagian sudah diberikan ke orang lain, namun tetap saja menumpuk. Mengandalkan peti kayu dari Papua, rasanya tidak mungkin, karena kayu itu lama kelamaan lapuk di makan rayap, membuat barang-barang didalamnya meninggalkan aroma yang kurang sedap.

Saya akhirnya memanfaatkan kardus bekas untuk menata perabotan dapur yang kecil, seperti piring, gelas, mangkok dan sebagainya. Rupanya kardus itu tidak tahan lama. Bahkan ada yang dilubangi tikus dan menjadi tempat persembunyiannya.

Sampai akhirnya saya memutuskan untuk membeli container dari plastik untuk menyelamatkan perkakas dapur saya. Rupanya container ini lebih awet dan rumah kelihatan lebih rapi. Dari sinilah akhirnya saya menabung untuk membeli container tiap bulannya. Satu bulan saya membeli 3 atau 4 buah container, hingga semua barang tersusun rapi didalamnya.

Tinggal Di Rumah Kontrakan

Lagi-lagi suami kembali mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan di Bandung. Itu artinya kami harus siap pindah dari Bali. Padahal saat itu pandemic baru saja berlangsung. Bahkan kami sekeluarga sempat dinyatakan positif covid-19 di awal tahun 2021, dan harus menjalani karantina selama 10 hari di sebuah hotel yang terletak di Kuta – Badung.

Begitu suami dinyatakan negative covid-19, akhirnya ia berangkat ke Bandung untuk mengikuti pendidikan selama 6 bulan. Padahal waktu itu kasus covid-19 masih merebak. Dan sekolah pun masih dilaksanakan secara daring.  Sungguh menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan bagi anak saya, dimana ia harus lulus dari SMP tanpa perpisahan. Bahkan memasuki SMA tanpa kenal teman dan gurunya selama hampir 1 tahun lamanya.

Setelah suami selesai mengikuti pendidikan, ia dipindahtugaskan ke Bogor. Itu artinya kami harus meninggalkan rumah dinas yang telah kami anggap nyaman untuk kami tempati. Sementara anak saya, karena ia tidak mau pindah dari Bali, akhirnya kami mengontrak sebuah rumah yang jaraknya tidak jauh dari asrama.

Jujur saat mencari kontrakan kami memang buru-buru, karena suami akan segera menuju tempat tugas yang baru, sementara kami juga harus mengirim sebagian barang ke kampung halaman. Awalnya kami setuju dengan harga sewa yang ditawarkan, yaitu 17 juta setahun dengan kondisi rumah lantai 2.

Permasalahan pun terjadi saat musim hujan tiba. Hujan yang turun setiap hari dengan lebatnya membuat rumah yang kami tempati kebanjiran. Karena posisi rumah lebih rendah dari trotoar jalan, akhirnya air hujan itu masuk rumah lewat pintu. Sementara selokan yang dipenuhi sampah rupanya tidak bisa dialiri air, akibatnya air hujan bercampur kotoran itu masuk kedalam rumah lewat lubang yang ada di kamar mandi.

serba-serbi kehidupan di kontrakan
Akibat banjir


Benar-benar musibah bagi kami yang baru beberapa bulan tinggal di rumah kontrakan. Semua barang yang masih saya simpan didalam kardus tergenang air. Lemari kayu hancur, kasur basah, bahkan sepatu yang saya tata di laci rak TV ikut terendam banjir. Semalaman kami bekerja keras menghalau air itu. Namun apa daya keesokan harinya hujan kembali turun. Saya memutuskan untuk tidur di kamar lantai atas. Ternyata diatas pun sama, Samping kiri kanan dinding dipenuhi air hujan yang bocor, lalu air itu turun ke lantai bawah hingga membasahi kabel lampu.

Dan begitulah keadaan rumah kontrakan kami ketika hujan tiba. Kadang saya berpikir ingin pindah kontrakan, namun barang-barang saya masih banyak. Sementara kurang beberapa bulan saja anak saya lulus SMA, rasanya nanggung kalau harus kembali pindah kontrakan.

Padahal saat musim panas pun kondisi rumah kontrakan saya juga mengenaskan. Dindingnya lembab, kardus-kardus yang menempel di dinding bisa lapuk dan merusak barang-barang didalamnya. Sepatu dan tas yang saya simpan didalam kardus pun ikut jamuran. Bahkan baju-baju yang sudah saya cuci bersih ikut jamuran.

Dari sinilah akhirnya saya kembali membeli container untuk memindahkan barang dari kardus yang lapuk. Sementara container-container yang sudah saya beli sebelumnya sudah saya kirim ke Jawa untuk menampung sebagian barang-barang saya.

Kondisi Rumah Dinas Di Bogor

Ternyata hal serupa juga dialami suami. Meski tinggal di rumah dinas yang luas dan terlihat nyaman, rupanya rayap pun memenuhi setiap kusen rumah dinas di Bogor. Meski sudah disemprot dengan obat pembasmi rayap, nyatanya beberapa hari kemudian rayap itu kembali bersarang di kusen pintu. Bahkan kardus-kardus yang sengaja ditumpuk suami di sebuah ruangan kosong tiba-tiba hancur saat diangkat. Dalamnya dipenuhi rayap yang membuat bulu kuduk merinding.

serba-serbi kehidupan di Bogor
Rumah terlihat nyaman, nyatanya penuh rayap


Dari sinilah akhirnya suami memindahkan barang-barangnya untuk disimpan di container plastik, supaya aman dan terhindar dari serangan rayap. Selain aman, barang-barang yang ditata didalam container membuat ruangan terlihat rapi dan praktis.

Pindah Tugas Ke Jakarta

Terhitung setahun tiga bulan suami berdinas di Bogor. Dan tiba-tiba ia mendapatkan skep pindah tugas ke Jakarta, tepatnya di Matraman, Jakarta Timur. Bersyukur barang-barangnya sudah ditata rapi di dalam container, sehingga ketika di Jakarta belum mendapatkan rumah dinas, ia memilih untuk tinggal di sebuah mess yang cukup luas untuk didiami seorang diri.

serba-serbi kehidupan di Jakarta


Dengan kondisi mess yang hanya satu kamar, suami bisa menata container-container itu dengan rapi, sehingga kamar pun terlihat luas dan masih nyaman untuk dijadikan tempat istirahat. Tak lupa tiap-tiap container diberi tanda berupa tulisan, agar ia tidak bingung mencari barang yang akan diambil.

Makna Rumah Bagi Saya

Rumah ternyaman untuk didiami adalah rumah pribadi dengan penataan Perabotan Rumah Tangga yang rapi. Dan bagi saya rumah ternyaman adalah rumah masa kecil saya, rumah dimana saya dilahirkan dan menghabiskan masa remaja  dengan penuh suka cita. Ketika saya merantau, hal yang paling saya rindukan adalah pulang. Menengok setiap sudut ruangan bersejarah saat masa kecil dulu, atau bercengkerama dengan ibu sambil menceritakan masa lalu, itu hal yang terindah yang selalu saya rindukan.

makna rumah ternyaman untuk didiami


Kini, disaat saya berjauhan dengan suami, bukan saja rindu akan rumah masa kecil, namun juga rindu kebersamaan dengan keluarga yang utuh. Dulu, ketika kami masih tinggal bersama di rumah dinas, hal yang sering kami lakukan adalah bercengkerama di ruang TV, masak bersama di dapur atau bahkan tidur bertiga di ruang keluarga saat malam minggu tiba. Inilah yang membuat saya berharap momen ini akan kembali kami rasakan, meski setelah ini anak saya lulus SMA dan melanjutkan kuliah di perguruan tinggi.

Lalu apa sebenarnya makna rumah bagi saya? 

Rumah mempunyai berbagai makna dari kacamata saya:

1. Rumah menjadi tempat saya menuangkan ide tulisan menjadi sebuah tulisan lengkap yang saya posting di blog.

2. Rumah menjadi tempat saya mencari inspirasi baik tulisan, masakan, busana atau impian lainnya.

3. Rumah tempat kami berbagi cerita dalam keluarga, tempat ternyaman untuk curhat berbagai hal, tempat berkeluh kesah kepada pasangan, juga tempat berdiskusi dengan pasangan.

4. Rumah tempat bermanja-manjaan, menghilangkan penat setelah seharian bekerja.

5. Rumah adalah tempat terindah untuk menjalin hubungan lebih harmonis dengan pasangan dan anak.

6. Rumah adalah tempat untuk melakukan eksperimen, baik itu mencoba masakan baru lalu bereksperimen di dapur bareng suami, maupun membantu mengerjakan prakarya anak atau mencoba hal baru.

7. Rumah adalah tempat terindah berkeluh kesah kepada Allah SWT.

 

Melihat banyaknya makna rumah dari sudut pandang saya, saya pun merasa memiliki rumah sendiri meski berukuran kecil akan lebih menyenangkan ketimbang harus tinggal di kontrakan. Meski tidak saya sebutkan satu persatu, sungguh banyak permasalahan yang telah saya alami selama tinggal di kontrakan, salah satunya harus memikirkan pembayaran sewa rumah di tahun selanjutnya.

Rumah juga termasuk salah satu investasi masa depan. Inilah tujuan awal sebuah keluarga, yaitu menabung untuk memiliki rumah  pribadi. Bila rumah pribadi sudah dimiliki, niscaya tabungan selanjutnya bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan lainnya.

Karena rumah termasuk tempat ternyaman untuk didiami, saya berusaha menata rumah itu serapi mungkin. Salah satunya dengan memanfaatkan container Olymplast. Barang-barang yang tersimpan rapi didalam container akan membuat rumah terkesan bersih dan sedap di pandang. Bahkan, berkat barang-barang yang tersusun rapi didalam container, rumah dengan ukuran mungil pun akan terlihat luas dan menarik. Saya yakin “Olymplast Juaranya Rapikan Rumah”, barang sebanyak apapun akan terlihat ringkas bisa ditata rapi didalam container.

Bagaimana dengan kalian? Apa makna rumah bagi kalian? Share yuk di kolom komentar!

Posting Komentar

16 Komentar

  1. Hii serem banget kalau ularnya sampai masuk rumah, bisa teriak2 atau lari keluar.

    Mbak Yuni suaminya aparat keamanan yg mendapatkan fasilitas rumah dinas?

    Speechless banget di asrama malah ada pencurian seperti itu, kok bisa yaa.


    Untung ada container Olymplast yang membuat rumah rapi dan barang2 jadi aman dari pencurian.

    Oh ya BTW ada tulisan lain kah mengenai pengalaman tinggal di Jayapura? Bener ga sih di sana harganya berkali2 lipat daripada di Jawa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untungnya rumah dikasih pintu dobel Mbak. Ya Mbak suami aparat yang tinggal di rumdis, tapi memang masalah keamanan belum bisa terjamin 100 persen. Ada sih mbak cerita tentang Papua di blog saya. Tapi benar kok disana harga kebutuhan sangat mahal...tapi meski begitu tetap harus dibeli hehehe...kalau pegawai negeri disana ada tambahan tunjangan kemahalan mbak.

      Hapus
  2. Setiap orang tentu punya makna masing-masing untuk sebuah rumah. Bagi saya, rumah yaa tempat untuk segalanya, berlindung, berteduh, berdoa, berkumpul bersama keluarga dan masih banyak lagi.

    Serem banget ya kalo tinggal di asrama atau lingkungan yang asing. Banyak rintangannya. Senyaman apapun rumah, kalo lingkungan nggak aman, ya penghuni nggak bakalan betah sih.

    BalasHapus
  3. Saya juga punya pengalaman pindah-pindah rumah, mbak. Tapi pengalaman mbak Yuni ini lebih seru dan lebih banyak. Rasanya memang rumah itu harus nyaman ditempati karena untuk aktifitas harian dan tempat beristirahat.

    BalasHapus
  4. Rumah memang harus menjadi tempat ternyaman, karena ini lokasi yang bikin kitanya betah tinggal, berkeluh kesah, berbahagia, dan menelurkan segala suasana bersama keluarga

    BalasHapus
  5. makna rumahnya lengkap banget Mbak, kalau disimpulkan, rumah itu segalanya ya, tempat terindah untuk melakukan segala aktivitas bersama orang tersayang.

    duuh Mbak, lika liku di rumah dinas ternyata penuh warna ya, kirain aman-aman aja tuh kalau tinggal di rumah dinas/asrama apalagi angkatan gitu, ternyataaa, ada maling juga ya berani masuk, gak takut di door apa sih.

    BalasHapus
  6. Emang ga salah kalo rumah menjadi tempat ternyaman. Maknanya juga sangat dalam banget jika dijabarkan

    BalasHapus
  7. Rumah adalah tempat terindah dimana ada cinta dan kehangatan diantara para penghuninya ya mbak

    BalasHapus
  8. Bener banget mba rumah sendiri walau kecil lebih nyaman dibandingkan ngontrak. Karena, memudahkan untuk menata perabotan. Kalau ngontrak perlu banyak pertimbangan, apalagi kalau suami sering dipindahkan tugas. Untuk perabotan seperti container ini juaranya memang Olymplast ya, Mba.

    BalasHapus
  9. Rumah adalah tempat ternyaman, terhangat dan teraman untuk seluruh anggotanya berkumpul. Pokoknya ibu punya hak prerogratif untuk mendesain rumah lebih nyaman

    BalasHapus
  10. MasyaAllah mbaa, ngga kebayang gimana capek dan rempongnya terus menerus pindah karena dinas yaah.. salut banget sih akuuuu.. effort untuk menata kembali rumah itu luar biasaaa banget padahal. Makna rumah yg mba tuliskan jadi lebih menyadarkan akuuuuu <3

    BalasHapus
  11. Rumah emang tempat ternyaman untul pulang. Nggak tau deh gimana rempongnya kalo pindah2 kayak mbak nya karena pindah dinas

    BalasHapus
  12. Pengalaman hidupnya sungguh unik. Semenjak menikah kudu berpindah2 mengikuti suami. Pun sampai bertemu ular, hiiii... Ikut sebel dg sapi tetangga yg nakal. Beruntung ya udah gak packing pakai kardus, gak kebayang kalau banjir menerjang kan kudu repot lagi

    BalasHapus
  13. Pengalaman hidupnya menarik, penuh lika-liku tapi tetap tabah ya kak. semua hal emang bakal bikin nyaman kalau diciptakan dengan baik.

    BalasHapus
  14. wah semangat kak.. saya juga masih ngontrak dan pernah juga berpindah2 kota. meski tidak terlalu jauh dan masih di lingkup pulau jawa. tapi namanya pindahan mulu itu kadang nguras eneergi juga ya hehehe

    BalasHapus
  15. Ternyata rumah dinas tentara juga ada yang berani maling ya? Rumah masa kecil memang akan selalu dirindukan ya mba. Aku juga sering pindahan rumah, maklum masih kontraktor wkwkwk. Pas pindahan gitu emang butuh banget container seperti Olymplast biar barang2 lebih rapi dan nggak takut kececer.

    BalasHapus

Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...