Tujuh Kunci Menjalani Hubungan Jarak Jauh (Long Distance Marriage)

tujuh kunci menjalani hubungan jarak jauh


Setiap pasangan pasti menginginkan tinggal bersama keluarga secara lengkap. Ada ayah, ada ibu bahkan anak-anak. Namun apalah jadinya bila karena sebuah alasan keluarga itu harus tinggal terpisah. Tidak mudah memang menjalani hidup terpisah, meski secara teori hal ini bisa dilakukan. 


Dari yang awalnya tinggal serumah, istri menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga yang baik, menyiapkan menu makanan setiap hari, mencuci dan menyeterika baju suami dan anak-anak, menghabiskan liburan bersama meski di rumah, lalu tiba-tiba kebiasaan itu berubah total. Apa yang dirasakan?


Sedih! Inilah yang pertama kali dirasakan pasangan yang terpaksa harus berpisah karena salah satu harus berpindah tempat kerja. Hal yang sama saya rasakan saat ini. Sejak menikah, mempunyai anak, hingga berpindah tugas dari Papua ke Bali, saya selalu mendampingi suami. Namun ketika suami mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan Seskoad di Bandung, dan setelahnya tempat dinasnya berpindah ke Bogor, kami pun terpaksa berpisah.


Alasan ini memang kami ambil bersama, karena anak semata wayang kami duduk di bangku kelas 11 SMA Negeri di kota Denpasar. Meski sebenarnya bisa saja dipindah sekolahnya, namun ada rasa ketakutan dalam diri anak kami, kalau ia tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan baru.


Andai pun ia mau dipindah, hal yang kami takutkan kedua jika sewaktu-waktu suami dipindahtugaskan dari Bogor ke kota lain, sementara anak belum lulus dari sekolah. Akhirnya kami memutuskan untuk menjalani hubungan jarak jauh meski sebenarnya sangat berat, sambil menunggu anak kami lulus sekolah di Bali.


Kehidupan kami saat ini memang jauh berbeda dengan kehidupan sebelumnya. Suami yang jauh di Bogor sementara saya dan anak tinggal di Bali. Di Bali pun kami terpaksa mengontrak sebuah rumah, bahkan karena kami tinggal berjauhan, otomatis dapur dua. Gaji suami harus dibagi supaya kami bisa bertahan hidup ditempat terpisah. 


Bisa dibayangkan, saya harus mengubah kebiasaan yang suka foya-foya menjadi harus ngirit demi bertahan hidup, dan ini tidak mudah. Kami bahkan harus menahan kerinduan yang sangat lama, karena tidak bisa bertemu setiap saat. Kami terpisah oleh jarak yang jauh dan sangat mahal. 


Untuk bisa bertemu, kami terpaksa harus menyisihkan uang bulanan demi membayar tiket pesawat Bali - Jakarta PP. Kadang setelah tiket bisa terbeli, ketika kami kembali ke tempat asal, harus bisa mengalokasikan sisa gaji suami sebaik mungkin demi bisa bertahan hidup hingga akhir bulan.


Belum lagi gunjingan orang atau obrolan tidak bermutu dari orang lain yang kerap menakut-nakuti saya tentang adanya orang ketiga atau kesempatan berselingkuh bila terlalu lama berpisah. Terlebih semenjak munculnya film "Layangan Putus" dan kisah-kisah serupa yang beredar di media sosial, semua mata seolah mendukung saya untuk segera menyusul suami ke Bogor.


Lalu ketika ada kuis dari pimpinan saya yang memberikan pertanyaan menohok, "lebih penting mana antara suami dan anak?" Hingga pada akhirnya beliau menjawab suami lebih penting, karena anak pada akhirnya akan memiliki keluarga sendiri dan berpisah dengan orang tuanya.


Jawaban diatas memang tepat. Orang yang menemani kita sampai masa tua adalah suami, karena anak tidak mungkin selama akan kita dekap. Setelah berkeluarga pastinya ia akan tinggal bersama keluarganya. Namun, jika kasusnya seperti saya, dimana anak saya masih bersekolah, tidak mau dipindah sekolahnya, sementara kami tidak mempunyai keluarga di Bali, apakah saya tega meninggalkan anak sendirian di kontrakan?


Inilah yang membuat kami sepakat membuat keputusan untuk berpisah sementara waktu sambil menunggu anak menyelesaikan sekolahnya. Nanti pada saatnya ia melanjutkan kuliah, itulah saatnya kami lepas supaya bisa mandiri.


Tentang perselingkuhan rasanya itu adalah sebuah ketakutan berlebihan. Meski dimanapun kesempatan itu ada, tentunya kembali pada pribadi masing-masing. Dan semuanya saya serahkan kepada Allah SWT, karena jalan hidup kita adalah skenario terindah dari Allah yang harus kita jalani dengan ikhlas.


Berbekal pengalaman ini, saya ingin berbagi tips bagi siapapun yang tengah menjalani hubungan jarak jauh, diantaranya:

1. Tetapkan tujuan ketika memutuskan berpisah sementara waktu. Seperti saya dan suami, berkomitmen menjalani hubungan jarak jauh demi mendampingi pendidikan anak.

2. Usahakan berkomunikasi sesering mungkin. Setiap hari saya selalu whatsapp, video call supaya kami tidak lost contact. Namun bukan berarti terlalu kepo dengan kegiatan suami setiap hari. Saya harus tahu waktu dimana suami sedang sibuk, karena tugas suami saat ini mengajar di lembaga. Jadi saya menyempatkan waktu berkomunikasi di sore hari sepulangnya dinas.

3. Berpegang pada prinsip awal menikah, bahwa kita harus menerima segala kekurangan dan kelebihan pasangan masing-masing, karena setiap manusia selalu mempunyai kekurangan. Kalau kita melihat kekurangan pasangan kita, lalu mencari kelebihan pada orang lain, setelah itu membandingkannya, disitulah kesempatan berpaling terbuka lebar. Disinilah pentingnya menerima apa adanya pasangan kita.

4. Menjaga kepercayaan dan saling terbuka satu sama lain. Hidup terpisah, pastinya membuat kita mempunyai kesempatan untuk berkenalan dengan orang baru. Ini juga kami alami, namun sebisa mungkin saya terbuka. Ketika suami telpon saya ceritakan kejadian-kejadian yang saya alami, demikian pula suami, sehingga keterbukaan kami membuat rasa percaya kami makin tinggi.

5. Jangan menjadi istri yang menuntut berlebihan. Inilah yang membuat saya harus menanggalkan ego. Dulu ketika masih tinggal serumah, gaji suami sepenuhnya milik saya. Kini setelah kami terpisah, saya harus ikhlas menerima gaji suami, sementara untuk tunkin sepenuhnya saya serahkan suami supaya ia bisa bertahan hidup di tempat lain. Dengan begitu saya bisa belajar tentang ikhlas, sabar dan bersyukur.

6. Serahkan semuanya kepada Allah SWT, karena kehidupan di dunia ini hanya Allah-lah pembuat skenario terindah. Saya telah membuktikan bahwa roda kehidupan ini berputar. Semua yang kita miliki, baik harta, barang berharga adalah milik Allah. Jika Allah berkehendak mengambilnya, maka kita harus ikhlas menyerahkannya dan menjalani kehidupan baru dengan rasa syukur.

7. Yang terakhir kita harus yakin, bahwa hanya manusia terpilihlah yang mendapat cobaan dari Allah. Kalau kita menganggap bahwa hidup terpisah dengan suami adalah sebuah cobaan hidup, itu artinya kita dipilih Allah karena hanya kita-lah yang dianggap mampu. Tinggal kita berserah diri sambil berdoa semoga hubungan jarak jauh ini senantiasa membawa berkah.


Mungkin itulah tujuh kunci menjalani hubungan jarak jauh alias Long Distance Marriage supaya bisa ikhlas menjalaninya. Meski terkadang saya menangis, namun saya meyakini bahwa inilah jalan hidup yang sudah Allah takdirkan untuk saya dan suami. Saya berharap secepatnya bisa berkumpul kembali, saya bisa menjadi istri yang baik untuk suami dan menjadi ibu yang baik untuk anak saya.


Saya rindu bangun sebelum shubuh, menyiapkan masakan untuk suami, menyuci bajunya, menyeterika bajunya, atau sekedar menyiapkan minuman hangat sebelum berangkat ngantor. Semoga saya dan Anda yang tengah menjalani hubungan jarak jauh dengan suami bisa ikhlas menjalaninya, dan cepat berkumpul kembali dengan keluarga yang utuh. Aamiin.

Posting Komentar

16 Komentar

  1. Wah ini base on true stories, semangat mak yuni, semoga segera selesai pendidikan dan hasilnya sesuai harapan. Keren ini sebagai skenario, dan jalani dengan semangat

    BalasHapus
  2. Komitmen dan komunikasi itu harga mati memang untuk sebuah hubungan jarak jauh. Tapi bukan berarti lima point' lainnya tidak penting ya ...

    BalasHapus
  3. Bangun kepercayaan dan terutama menyerahkan segalanya pada Yang Maha Kuasa membuat LDM bisa dilalui ya. Serta tentunya tak lepas komunikasi.

    BalasHapus
  4. Menjalani hubungan jarak jauh rasanya nelangsa bagi saya, salut sama mba bisa tetap dengan komitmennya walau berpisah jarak. Makasih sharingnya ya mba

    BalasHapus
  5. Menjalani Long Distance Relationship memang nggak mudah. Apalagi setelah menikah. Dengan kasus perselingkuhan dimana-mana. Tapi, kembali pada pribadi masing-masing sih. Kalau hanya melihat kekurangan dan enggan menerima maka kesempatan itu akan semakin terbuka lebar.

    BalasHapus
  6. Memang setiap pertanyaan itu, jawabannya relatif ya, Mbak. tergantung sikon dan orang yang ditanya.Dan kebetulan keluarga saya juga mengalami sikon seperti itu, Mbak. Bapak saya yang tentara juga sering ditugaskan ke daerah, sementara kami di Makassar. Soalnya itu tadi, pertimbangan sekolah anak-anak. Tapi untungnya tugasnya amsih seputar daerah Sulawesi selatan juga.

    BalasHapus
  7. Ya ampun Mbak, baru kali ini aku baca gimana beratnya LDR dari berbagai sisi. Ya psikis, ya keuangan. Moga Mbak Yuni dan suami diberikan kekuatan ya...

    BalasHapus
  8. LDR, LDM, apa aja yang berhubungan dengan jarak, harus bener-bener dilakukan dengan sabar lahir batin pokoknya hehe

    BalasHapus
  9. I feel you mba, saya juga LDM tapi masih sering pulang sih. Jadi memang benar kalo untuk pasangan LDM, kuncinya adalah komunikasi dan rasa saling percaya. Semangat ya mba, semoga dimudahkan semuanya..

    BalasHapus
  10. Komunikasi dan komitmen menjadi kunci. Seberapapun jauhnya kalo ada 2 hal itu ya masalah akan teratasi.

    Kbnykn masalah keluarga intinya emg pd 2 hal ini. Kalo kita ga mau berkomunikasi dan komitmen bersama, rusaklah hubungan keluarga. Ga peduli jarak dan waktu.

    BalasHapus
  11. memasrahkan semuanya ke Allah ini kayaknya langkah udah yang paling tepat ya kak setelah kita berusaha semaksimal mungkin. Semoga rumah tangga kita semua selalu dilindung meskipun jarak memisahkan ya kak

    BalasHapus
  12. LDM itu ya cobaan hidup ya tapi memang harus ada komitmen dan komunikasi biar semuanya berjalan sebagaimana mestinya, saling percaya itu penting yaaa mba

    BalasHapus
  13. long distance yang aku alami cuma pacaran itu juga jaraknya cuma 2 jam perjalanan hahaha. Tapi memang apapun jenis hubungannya komunikasi penting ya

    BalasHapus
  14. wah tos dulu nih sesama pejuang LDR, hihi.. Insya Allah kalau ketujuh ini dijaga, bisa lah ya :)

    BalasHapus
  15. LDM tambah makin cinta ya, mbak. Tapi rindunya nggak nahan...hehehe..semoga cepat usai LDMnya dan dapat tinggal satu atap

    BalasHapus
  16. Sangat gak mudah sekali menjalani ujian LDM ini.
    Sahabatku sering banget terlihat mengerjakan semua sendiri. Salut banget. Yang paling sulit mungkin di bagian saling percaya dan saling mendoakan kebaikan bersama.

    BalasHapus

Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...