Hijaunya Papua, Surga Tersembunyi di Timur Indonesia



Tak terasa hampir tujuh belas tahun aku menapaki kehidupan bersama suami. Dan Jayapura menjadi kota pertama tempatku mengukir sejarah kehidupan baru. Dimulai dari aku yang harus resign dari tempat kerja, lalu kami melangsungkan pesta pernikahan yang singkat. Belum selesai acara di rumah mertua, tiba-tiba suami ditelpon dan harus kembali ke Jayapura sesegera mungkin.


Berbagai drama sempat mewarnai keriwehan kami. Dompetku yang tiba-tiba raib saat kuletakkan di meja rumah mertua, sampai harus mengorbankan sejumlah uang yang dijadikan mas kawin saat akad nikah demi membayar biaya bagasi yang overload. Duuh…..begitulah awal mula menjalani kehidupan baru. Demi menetap di propinsi yang terletak di ujung timur Indonesia rasanya sudah takut duluan.

Membayangkan Jayapura tak seperti di Jawa, akupun membawa perlengkapan yang cukup banyak. Dan saat itu pertama kalinya aku merasakan ketakutan naik pesawat. Dimana jadwal keberangkatan pesawat dari Surabaya tujuan Jayapura adalah malam hari sekitar jam sebelas malam. Jarak tempuh yang dilalui dari bandara Juanda ke bandara Sentani sekitar 9 jam. Bila perjalanan lancar, pesawat hanya transit di Makassar dan Timika. Sampai di Sentani sekitar jam 07.00 wit.


Belum lagi perjalanan dari bandara Sentani menuju Waena, asrama dimana suami tinggal dan berdinas tergolong jauh, dengan pemandangan hutan dan gunung dikiri kanan. Rasanya membuatku membayangkan demikian menyeramkannya Jayapura. Bagaimana bila jalan yang kulalui itu malam hari? Duuh..... makin gamang menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Jayapura.

Ketika aku sampai di asrama, pertama kali yang kulihat adalah rumah dinas yang ditempati suami minim perabotan. Hanya ada tempat tidur single bed, TV, kompor, panci, piring dan gelas. Yaa…hanya itu saja. Tapi aku bersyukur memiliki tetangga yang baik. Dengan keterbatasan yang kumiliki aku banyak dibantu mereka.

Dan di Waena – Jayapura-lah aku memulai kehidupan baru. Kehidupan dari seorang istri anggota TNI berpangkat Letnan Satu. Otomatis semuanya berubah 180 derajat. Aku yang dulunya sibuk bekerja, tiba-tiba harus menjadi seorang istri yang mau tidak mau harus mengikuti berbagai kegiatan di Persit. Capek, lelah, sekaligus menyenangkan. Dan disini pulalah perjuanganku mendapatkan keturunan penuh dengan drama yang tak terlupakan. Konsultasi ke berbagai dokter ahli kandungan, mengkonsumsi obat tradisional sampai mengikuti anjuran tetangga untuk pijit perut, semua kulakukan hingga satu setengah tahun lamanya.


Bahagia itu akhirnya menghampiri kehidupan keluarga kami manakala seorang bayi laki-laki hadir di tengah-tengah kami. Namun bukan berarti semuanya mulus tanpa masalah. Kehadiran anak, selain menjadi sebuah kejutan istimewa juga merupakan sesuatu yang baru bagiku. Tanpa didampingi orang tua atau kerabat dari Jawa, aku berusaha menjadi ibu baru bagi anakku. Bersyukurlah tetangga yang sudah kuanggap saudara selalu membantuku dengan ikhlas. Disinilah akhirnya aku merasa tidak sendirian berada di rantau.

Yang membuatku miris manakala anakku tiba-tiba terserang malaria atau typus. Belum lagi suami yang tiap bulan selalu terserang malaria setelah pulang dari perbatasan. Benar-benar menguras emosional saat itu. Jayapura memang endemik malaria. Bila tubuh dalam keadaan kurang fit atau terlalu capek, disitulah nyamuk anopheles menyerang tubuh dan menyebabkan malaria.

Ternyata, malaria ini seolah sudah menjadi wabah yang menjangkiti masyarakat Papua. Pemandangan memilukan saat melihat banyaknya pasien yang dirawat di rumah sakit membuat hati ini miris. Semua bangsal rawat inap dipenuhi pasien malaria, selebihnya harus dirawat di lorong-lorong rumah sakit karena terlalu banyaknya penderita malaria. Belum lagi bila malaria yang dideritanya sangat parah, ada yang sampai lupa ingatan, teriak-teriak bahkan ada yang diikat kedua kaki dan tangannya. Jika HB pasien terus menurun, inilah yang menyebabkan kematian. Sungguh pemandangan yang memilukan. Inilah sebuah peringatan bagi siapapun yang tinggal di Papua untuk selalu menjaga stamina tubuh tetap fit dan terjaga baik.

Mengapa kebanyakan orang Papua memiliki tubuh yang gemuk? Karena mereka doyan makan, agar tubuhnya tidak terserang penyakit malaria. Sampai ada guyonan, orang Papua harus banyak makan, gemuk tidak masalah, yang penting malaria tidak menghampiri…………..

Dari pengalaman inilah akhirnya aku berusaha menjaga tubuh agar tetap fit. Dengan mengikuti berbagai aktivitas di organisasi rasanya membuatku makin menikmati peran sebagai seorang istri dan ibu. Lama kelamaan hidup di Jayapura terasa menyenangkan. Kekhawatiran yang sempat kubayangkan sejak awal nyatanya tak terbukti. Jayapura nyatanya bukan pulau terpencil yang minim kebutuhan. Kalau boleh dibilang, di Jayapura semua serba ada. Mall atau pusat perbelanjaan banyak berdiri, Rhamayana, Matahari bahkan Sentani Town Square juga ada. Gramedia juga terletak di pusat kota dan menyediakan berbagai perlengkapan kantor.

Memang, pada kenyataannya biaya hidup di Papua tergolong tinggi. Semua kebutuhan mahal. Namun mau tidak mau harus dibeli. Bahkan selama di Jayapura aku sudah sering menikmati kuliner nusantara, seperti cotto Makassar, es pisang ijo, es teller, bakso lapangan tembak dan sebagainya. Nasi pecel khas Blitar kesukaanku pun juga ada, tetapi dibanderol dengan harga lebih tinggi.

Kalau soal gorengan, nasi kuning, nasi goreng, mie goreng, mie ayam, bakso, martabak, semua ada disana. Jadi selama tinggal di Jayapura, bukan hanya makanan khas Papua saja yang sudah pernah kucoba. Berbagai makanan nusantara sudah kucoba dan sangat mudah mencarinya.

Inilah kadang yang membuat seseorang takut duluan ketika akan ditugaskan ke Papua. Takut akan keadaan daerahnya, fasilitasnya, masyarakatnya, makanannya serta kehidupannya. Bahkan takut pula akan pendidikan anak-anaknya. Papua, seperti Jayapura bukanlah kota mati yang minim fasilitas. Semua kuliner tersedia. Bukan hanya kuliner khas Papua, namun kuliner nusantara juga tersedia. Yang menjadi ciri khas kuliner Papua adalah hidangan laut. Di Jayapura banyak berdiri restaurant yang menyediakan hidangan khas laut dengan view menghadap ke pantai, karena sesungguhnya selain hutan dan gunung, Papua juga dikelilingi lautan.

Bahkan, meski mayoritas masyarakat Papua beragama Nasrani, namun di Jayapura juga berdiri sekolah muslim. Ada beberapa masjid dan panti asuhan disana. Jadi jangan khawatir bagi umat muslim ketika harus pindah ke Papua. Pendidikan untuk anak-anak terjamin dengan kualitas guru pengajar yang baik pula.

Keadaan Alam Jayapura
Memang, selama tinggal di Papua, hanya Jayapura-lah yang kukenal. Untuk menuju ke wilayah lain seperti Nabire, Sorong, Timika atau Manokwari harus ditempuh dengan perjalanan udara dengan biaya yang cukup mahal. Dengan pesawat kecil, sesekali cuaca tidak bersahabat inilah yang membuatku takut untuk berkunjung ke wilayah selain Jayapura.


Sebenarnya keadaan alam di Jayapura masih sangat alami dan nampak hijau. Tidak semua daerah beriklim panas. Saat tinggal di Waena – Jayapura, cuaca memang panas. Bahkan kulit akan gelap bila terlalu sering beraktivitas diluar rumah. Didalam rumah pun terasa panas bila tidak ada AC yang menyala. Begitu suami pindah tugas ke kota Jayapura, kami tinggal di Angkasa, sebuah daerah yang berada di dataran paling tinggi, dimana untuk menuju ke Angkasa cukup melalui jalan setapak yang menanjak dan sudah beraspal. Dikiri kanan dipenuhi hutan yang hijau, minim perumahan penduduk. Bila malam menjelang terasa sangat sepi. Namun udaranya dingin. Bahkan suara katak kerap kali terdengar, seolah kita tinggal di pedesaan. Bila siang tiba, suara binatang yang biasanya bersembunyi di pohon bambu berbunyi nyaring. Rasanya membuat hati ini terasa tenteram dan damai tinggal di Angkasa. Dan dari ketinggian dimana aku tinggal, aku juga bisa melihat pemandangan pantai Dok 2 dibawah yang terhampar biru nan indah.

sumber gambar: credit

Satu hal yang membuat ketakutanku kembali membuncah manakala harus turun ke kota untuk belanja kebutuhan. Jarak kota Jayapura dengan Angkasa lumayan jauh. Bila pagi tiba kabut tebal sering menyelimuti Angkasa, membuatku harus berhati-hati ketika harus turun ke kota di pagi hari. Atau malam hari yang sepi dengan penerangan minim, atau bahkan saat musim hujan tiba, rasanya seperti merinding melewati jalanan dengan hutan belantara dikiri kanan yang sepi. Apalagi jika naik motor. Hmm….sungguh menyeramkan.


Yang lebih menyeramkan lagi ketika kami harus pulang ke Jawa naik pesawat. Untuk menuju bandara Sentani butuh waktu yang sangat lama, karena jarak Angkasa ke Sentani sangat jauh. Sementara jadwal penerbangan dari Jayapura ke Surabaya jam 8 pagi. Ini artinya setelah shubuh kami harus berangkat dari rumah agar tidak ketinggalan pesawat. Namun bila ingin memangkas biaya, alternative lain naik kapal laut yang pelabuhannya tidak terlalu jauh dari Angkasa. Tetapi perjalanan ke Jawa menggunakan kapal laut memakan waktu lama, sekitar 5 hari untuk sampai di pelabuhan Surabaya.

Secara keseluruh kondisi alam di Jayapura sudah sangat baik. Meski jalanan setapak, mulai dari Sentani, Abepura, Jayapura, bahkan sampai disepanjang jalan menuju perbatasan Papua New Guinea semuanya sudah diaspal. Memudahkan kendaraan untuk sampai tujuan dengan cepat.

Kekhasan Jayapura
👉Suka pesta
Masyarakat Papua suka akan pesta. Setiap perayaan keagamaan selalu meriah dengan berbagai pesta. Seperti menjelang Natal, di gereja-gereja ramai melaksanakan lomba-lomba dan menghias pohon Natal. Lalu di gunung-gunung didirikan rumah-rumah dari bambu berhiaskan kerlap-kerlip lampu dan pohon Natal. Bahkan suara lagu-lagu rohani juga diperdengarkan tiap malam menjelang hari raya Natal dari rumah bambu itu.

Pun saat Natal tiba, umat kristiani saling berkunjung ke rumah kerabat, sementara sang tuan rumah menyediakan hidangan makan berat untuk menjamu para tamunya.


Tak terkecuali perayaan hari raya agama lain, seperti  hari Raya Idul Fitri. Biasanya umat muslim melaksanakan sholat Ied bersama di lapangan. Lalu perayaan hari Raya Idul Fitri dilaksanakan cukup sehari, bisa di lebaran pertama atau kedua. Biasanya tuan rumah membuat berbagai hidangan seperti soto, bakso atau makanan berat lainnya untuk menjamu tamu-tamu yang datang bersilaturahmi. Sedangkan kue lebaran hanya sebagai pemanis meja saja, karena tamu lebih memilih makan berat ketimbang ngemil kue lebaran.

👉Makanan Khas 
Makanan khas Papua adalah Papeda, yaitu semacam ikan kuah kuning yang dimakan dengan sagu dan sayur kangkung. Ikan yang dimasak biasanya menggunakan ikan ekor kuning atau tongkol. Makanan ini sering kujumpai saat menghadiri undangan di berbagai acara. Karena kebanyakan masyarakat Papua tidak mengkonsumsi nasi, melainkan umbi-umbian sebagai makanan pokoknya. Jadi jangan heran bila Anda diundang dalam sebuah acara lalu konsumsinya keladi rebus, papeda lengkap dengan sagu, sayur kangkung, ikan kuah kuning dan sambal.

sumber gambar: credit
Berikut ini resep Papeda ikan kuah kuning khas Papua menurut Rudy Choirudin:


PAPEDA IKAN KUAH KUNING 

Bahan 1 :
150 g tepung sagu pohon yang sudah kering
700 ml air 
½ sdt garam

Bahan 2 : (haluskan)
5 buah bawang merah
4 siung bawang putih
2 butir kemiri
3 cm jahe

Bahan 3 :
5 sdm minyak goreng untuk menumis
½ sdt Desaku Kunyit Bubuk
½ sdt Ladaku Merica Bubuk 
2 batang serai, memarkan
5 lembar daun jeruk, disobek 
2 lembar daun salam
10 buah cabe rawit merah 
1 ½ sdt garam
1 sdt gula
300 g kakap merah, potong serasi
700 ml air
25 gr/1 gengam daun kemangi
1 buah jeruk nipis kuning ambil airnya

Cara Membuat :
 1. Tumis bumbu halus (bahan 2) dan semua bahan 3 kecuali kemangi dan jeruk nipis, masak hingga harum dan matang selama 7-10 menit lalu matikan api kemudian tambahkan kemangi dan jeruk nipis.
2. Campur tepung sagu dengan air sampai larut dan tercampur rata lalu panaskan dengan api kecil kemudian tambahkan garam. Masak hingga mengental dan bening kemudian angkat.
3. Masukkan beberapa lembar daun kemangi ke dalam mangkuk saji lalu tuangkan ikan kuah kuning ke dalam mangkuk.
4. Sajikan ikan kuah kuning dengan papeda yang digulung-gulung hingga menyerupai bulatan berukuran sedang.

Selain mengkonsumsi keladi, masyarakat asli Papua suka makan pinang. Tujuannya supaya giginya kuat, kata mereka yang sempat kutanyai. Jadi jangan heran bila banyak bercak merah yang dijumpai di jalan atau pasar. Mereka suka meludah sembarangan.

👉Oleh-oleh Khas 
Meski begitu, selain digunakan untuk makan papeda, sagu juga dimanfaatkan untuk membuat oleh-oleh khas Papua. Biasanya masyarakat Papua membuat kue akusa alias aneka kue sagu, seperti kue kering yang bahannya dari sagu. Atau dapat juga digunakan untuk membuat bagea kenari.

bagea, akusa dan abon gulung khas Manokwari bisa jadi oleh-oleh yang nikmat (credit)

Selain aneka kue sagu, ada juga oleh-oleh khas Manokwari yang kini sudah dijual di Jayapura. Namanya abon gulung khas Manokwari. Dulu aku membelinya saat pesawat transit di Manokwari, tetapi karena banyaknya permintaan, kini abon gulung yang legit ini sudah dijual diberbagai toko di Jayapura, termasuk di bandara Sentani.

👉Batik khas Papua
Bukan hanya kue sagu, batik Papua juga terkenal sebagai oleh-oleh, disamping dijadikan bahan untuk membuat seragam baik seragam sekolah, seragam pegawai maupun seragam berbagai organisasi. Dengan motif yang beragam seperti burung cenderawasih, tifa atau lukisan etnik Papua menjadikan batik Papua makin digemari banyak orang.

sumber gambar: credit

👉Perhiasan Emas
Emas Papua warnanya kuning, kadarnya hampir mendekati 24 karat. Motifnya juga khas. Dengan berbagai ukiran khas Papua, seperti motif burung cenderawasih, kundu dan sebagainya membuat emas Papua juga diminati banyak orang, baik sebagai oleh-oleh, souvenir maupun dikoleksi secara pribadi.

sumber gambar: credit

👉Aneka Kerajinan Kulit
Papua juga penghasil kerajinan kulit. Biasanya yang digunakan adalah kulit buaya. Ada tas, dompet, ikat pinggang, yang kerap diburu oleh mereka yang suka mengoleksi barang-barang yang terbuat dari kulit buaya ini.

sumber gambar: credit

Dengan harga yang bermacam-macam, tentunya membuat barang-barang ini mampu memberikan daya tarik bagi pembelinya. Meski kerajinan kulit buaya ini khas Manokwari, namun juga dijumpai dibeberapa toko kerajinan di Jayapura.

👉Kerajinan Khas Papua
Selain berbagai kerajinan diatas, masyarakat Papua, khususnya Jayapura juga membuat noken, hiasan kepala, koteka atau tifa untuk dijual. Noken adalah tas dari rajutan benang yang biasanya dikalungkan di kepala dan diletakkan dibelakang atau punggung pemakainya. Hiasan kepala dan koteka kini dipakai masyarakat Papua saat mengikuti acara adat atau menari. Sementara tifa biasanya digunakan untuk mengiringi sebuah tarian atau nyanyian khas Papua.

sumber gambar: credit

👉Tarian khas Papua
Selama aku tinggal di Papua, aku hanya mengenal beberapa tarian khas saja, seperti Yosim Pancar atau Yospan, tari Mambesak dan tari Anire. Yospan merupakan tari pergaulan remaja Papua, yang  biasa diajarkan di sekolah-sekolah atau diberbagai instansi. Tarian ini biasanya sering dilombakan. Sementara kostumnya mirip seperti kostum pesta. Dan tari Yospan biasanya ditarikan secara berpasangan antara laki-laki dan perempuan.


Sementara tari Mambesak dan tari Anire juga merupakan tarian khas Papua, dimana tari Mambesak merupakan tari kreasi adat Papua sementara tari Anire merupakan tarian yang ditujukan untuk merayakan pesta panen sesuai adat Papua. 

👉Festival Danau Sentani
Sebuah tontonan menarik dan mengedukasi yang tak pernah kulewatkan selama tinggal di Papua adalah Festival Danau Sentani. Festival ini merupakan acara tahunan yang digelar setiap bulan Juni bertempat di area danau Sentani. 

Didalam festival ini biasanya diisi dengan tari-tarian khas Papua yang ditarikan diatas perahu, berupa tarian adat dan tarian perang dari berbagai suku yang ada di Papua. 


Selain itu dalam festival ini juga dilaksanakan upacara penobatan Ondoafi dan bazar yang menjual aneka kuliner khas Papua. Sudah sejak tahun 2007 festival ini dilaksanakan dan menjadi agenda tahunan yang masuk kalender pariwisata utama. Wajar saja saat festival ini berlangsung selalu dipadati pengunjung yang ingin menyaksikan megahnya sebuah pagelaran budaya yang sarat dengan adat istiadat yang kental.

👉Tempat Kuliner di Jayapura
 Berbicara tentang kuliner, Jayapura termasuk kota yang kaya akan tempat kuliner. Kalau Papeda hanya disajikan saat acara-acara kantor atau kegiatan lainnya, dan selama tinggal disana aku belum pernah menemukan restaurant yang menjual papeda ini.

Biasanya tempat kuliner yang kutuju menawarkan aneka sajian laut, seperti olahan ikan baik ikan goreng, ikan bakar maupun ikan saus asam manis dan sebagainya. Tak ketinggalan olahan seafood juga banyak tersedia.

Jayapura kaya akan hasil laut. Seperti di pasar Hamadi, banyak dijumpai penjual ikan segar yang menawarkan aneka jenis ikan. Ikan-ikan ini merupakan hasil tangkapan para nelayan yang mencari ikan disekitar pantai Hamadi. Sayangnya, penjual ikan di pasar ini didominasi oleh para pendatang. Sedangkan masyarakat asli Papua sendiri biasanya berjualan sirih atau pinang atau hasil bercocok tanamnya.

sumber gambar: credit

Ada beberapa restaurant yang menawarkan olahan ikan dan seafood yang sangat nikmat, seperti Yougwa Restaurant. Selain menyajikan aneka makanan, restaurant ini juga menawarkan view pantai yang indah. Dijamin setiap pengunjung bakal betah berada disini sambil menikmati pemandangan danau Sentani yang luas.

Selain itu ada restaurant serupa yang terletak di pusat kota Jayapura. Tak jarang ditepi pantai juga banyak ditemui penjual ikan bakar dan aneka olahan seafood. Biasanya warung-warung ini berjualan di malam hari.

Sejatinya ada banyak restaurant pilihan yang bisa dikunjungi. Bukan hanya yang menawarkan olahan ikan dan seafood saja. Tetapi kuliner Chinese food, atau hidangan siap saji lainnya juga banyak dijumpai di pusat kota Jayapura. Wajar saja bila kota Jayapura di malam hari ibarat Hongkong di waktu malam. Kita bisa melihat deretan rumah dengan lampu warna-warni dari ketinggian kota Jayapura. Inilah yang membuat suasana Jayapura di malam hari makin menyenangkan.

👉Tempat Wisata
Sekitar bulan Maret 2011 aku meninggalkan kota Jayapura mengikuti suami yang pindah tugas. Selama 8 tahun disana banyak kenangan manis yang telah kurangkai. Termasuk kenangan mengunjungi tempat-tempat wisata yang ada disana.

Barangkali saat ini Jayapura telah maju dibandingkan 9 tahun silam. Tempat wisata yang ada tentunya sudah jauh lebih bagus, bahkan ada beberapa tempat wisata yang baru dibangun dan menawarkan berbagai spot menarik bagi pengunjungnya.

sumber gambar: credit

Wisata yang sering kukunjungi 9 tahun silam adalah wisata pantai, seperti Base-G, HolteKamp, pantai Hamadi, pantai Dok 2 yang terletak didepan kantor Gubernur. 

Biasanya di hari Minggu aku dan rombongan keluarga besar tempat suamiku bekerja mengunjungi pantai Base-G atau HolteKamp untuk sekedar refresing sambil bakar ikan. Sekali waktu acara di pantai juga diisi dengan kegiatan voli pantai, lomba memasak atau lomba lainnya. Inilah yang membuat suasana liburan bersama rombongan terasa sangat berkesan.

Dan kalau aku ingin belanja ikan segar biasanya pantai Hamadi yang kutuju. Di pantai ini banyak dijual ikan segar  dengan harga yang standar. Yang paling menyenangkan bila malam minggu tiba. Biasanya disepanjang pantai Dok 2 selalu dipenuhi dengan penjual jajanan, seperti bakso, cilok, telur gulung dan jagung rebus. Pengunjung sering menghabiskan malam minggunya sambil menikmati camilan yang dibelinya disepanjang pantai Dok 2. Rata-rata pengunjung pantai Dok 2 ini didominasi oleh muda-mudi yang lagi pacaran. Mereka menghabiskan malam minggunya sembari menikmati pemandangan pantai diwaktu malam.

Meski mall sudah banyak berdiri di Jayapura, terkadang masyarakat lebih memilih tempat wisata yang murah meriah. Sebelum meninggalkan Jayapura, aku sempat berwisata di puncak Jayapura City. Dari ketinggian puncak itu aku bisa melihat kota Jayapura dari plang yang bertuliskan Jayapura City.


Walau sebenarnya sangat berbahaya berdiri di plang itu, karena plang itu beraliran listrik, bisa saja kita tersengat aliran listrik bila tidak hati-hati saat menginjakkan kaki di tempat itu. Namun aku bersyukur, cita-citaku untuk berdiri dipuncak itu kesampaian juga akhirnya.

PNG tempoe doeloe

Selain puncak Jayapura City, tempat wisata lain yang tak kalah menariknya adalah berkunjung ke PNG alias Papua New Guinea. Meski jarak dari kota Jayapura lumayan jauh dan harus melewati hutan yang panjang, namun semua itu tak menjadi halangan demi bisa melihat hamparan pemandangan indah di PNG.


Sebelum sampai di PNG, kita melewati Koya, yaitu sebuah daerah dimana banyak didiami para transmigran asal Jawa. Selain bertani mereka juga berjualan dipinggir jalan, seperti buah-buahan atau sayuran. Bahkan, di Koya juga terdapat pemancingan yang bisa dijadikan tujuan wisata. Disini selain pengunjung bisa memancing sepuasnya, bisa juga menikmati sajian ikan yang khusus dijual kepada para pengunjung. 

Mengapa berwisata ke PNG memberikan daya tarik bagi para pengunjung? Karena disinilah letak tugu perbatasan RI - PNG terletak. Pengunjung hanya bisa berswafoto disekitar pagar pembatas, karena setelah pagar pembatas itu merupakan wilayah kekuasaan PNG. Ini artinya kita harus memiliki paspor bila ingin masuk ke wilayah PNG. 

Namun demikian Papua, khususnya Jayapura senyatanya adalah kota yang menawarkan berbagai keindahan alam. Dengan hamparan gunung, lautan dan hutan yang masih menyimpan berbagai kekayaan hayati, sudah selayaknya harus tetap dilestarikan.

👉Buah Khas


Matoa merupakan buah khas Papua. Ada matoa kelapa, ada pula matoa papeda. Dan aku lebih suka matoa kelapa yang lebih besar buahnya dan terasa manis. Rasa buah ini mirip kelengkeng, buahnya bulat namun lebih besar dari kelengkeng. Aku suka banget dengan buah matoa ini. Sampai-sampai aku beli buah ini dan kukirim ke Jawa. Sampai di Jawa bijinya ditanam ibuku. Alhamdulillah sampai sekarang buah matoaku berbuah setiap tahunnya. 

Harga matoa kelapa di Papua terbilang mahal. Bisa ratusan ribu sekilonya. Saat musim matoa tiba biasanya mace-mace Papua menjualnya dipinggir jalan. 

Papua destinasi wisata hijau, demikianlah julukan yang patut disematkan untuk propinsi di ujung timur Indonesia ini. Hamparan hutan yang masih terjaga kelestariannya menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjungnya. Meski saat ini Papua masih terus membangun, namun kemajuannya luar biasa pesat dibanding 9 tahun silam. Terlebih dengan berbagai keunikan yang dimiliki, mulai dari kearifan lokal, adat istiadat, budaya serta kekayaan alamnya, membuat propinsi ini bisa dijadikan salah satu destinasi tujuan wisata.

sumber gambar: credit

PNG yang dulu hanya sebatas tugu perbatasan, kini sudah menjadi destinasi wisata yang menarik, pengunjung dapat berswafoto dengan background pemandangan yang indah. Demikian juga di Angkasa, tempatku dulu tinggal, ada tempat wisata yang bisa dikunjungi dan tak membuat masyarakat di Angkasa sepi hiburan. Kadang suasananya seperti inilah yang membuatku rindu ingin ke Papua walau hanya sekedar berwisata.

Tempat Wisata Menarik di Papua
Delapan tahun tinggal di Papua rasanya membuatku rindu ingin kembali menikmati segarnya udara pegunungan. Hutan yang masih hijau, pastinya membuat udara terasa segar bebas dari polusi udara. Terlebih suasana di Angkasa yang sepi dan tenang, seolah dapat mengembalikan kesadaran kita hingga membuat tubuh benar-benar terasa rilex.

Aku rindu ingin setiap tahun bisa menyaksikan festival Danau Sentani, karena disinilah tempat wisata edukatif yang bisa memberiku banyak pengetahuan tentang adat istiadat dan budaya masyarakat Papua. Bagaimanapun juga festival ini merupakan sebuah bentuk kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Papua untuk melestarikan budayanya agar dikenal dunia secara luas.


Rindu rasanya ingin kembali menarikan tarian khas Papua dan memakai baju tari yang unik. Bagiku dengan menarikan tarian Papua akan semakin menambah kecintaanku pada propinsi di ujung timur Indonesia. Sejatinya banyak napak tilas sejarah bangsa Indonesia yang bisa kita pelajari dan kunjungi di Jayapura seperti tugu Mc Arthur dan sebagainya.

Aku juga rindu ingin menikmati deburan ombak pantai Base-G, atau pantai HolteKamp, sambil menikmati olahan hasil laut. Dan aku berharap pantai-pantai yang ada di Papua khususnya di Jayapura ini tetap terjaga kelestariannya. Dengan demikian habitat laut tidak akan punah dan tetap terjaga. Para nelayan bisa melaut dan memperoleh hasil tangkapan yang memuaskan. Semua itu demi meningkatkan kesejahteraan mereka.

Pun aku juga rindu menikmati hijaunya hutan rindang dikiri kanan jalan yang kulalui. Karena hutan yang masih terjaga kelestariannya, jauh dari aksi pembalakan liar atau ulah oknum yang menyebabkan kebakaran hutan, akan membuat udara sekitar terjaga kesejukannya.

Kadang sedih bila melihat hutan-hutan itu gundul karena penebangan liar. Banyak oknum yang menyelundupkan kayu ilegal untuk kepentingan pribadi. Lalu terjadi kebakaran hutan, atau tanah longsor yang berakibat lumpuhnya jalan, tentunya akan berdampak buruk bagi perekonomian masyarakat.

Senyatanya semua kekayaan alam yang ada di Papua bisa dimanfaatkan sebaik mungkin dan hasilnya dapat meningkatkan perekonomian masyarakatnya. Seperti destinasi wisata yang baru kulihat setelah aku meninggalkan Papua: Danau "Love" atau "Jembatan Jokowi" pastinya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di sektor pariwisata.

Dan aku salut dengan upaya EcoNusa dalam melestarikan hutan-hutan di Indonesia bagian timur khususnya Papua ini. 

Tentang EcoNusa
Yayasan Ekosistem Nusantara Berkelanjutan atau Yayasan EcoNusa meupakan sebuah yayasan yang bertujuan untuk melestarikan hutan di wilayah Indonesia timur. Didirikan pada tahun 2017 oleh Bustar Maitar, seorang penggiat lingkungan asli Papua, EcoNusa melihat potensi besar hutan di Indonesia Timur sebagai garda terakhir bagi hutan di Indonesia. Disamping Indonesia Timur masih menjunjung tinggi adat istiadat dan budaya yang kental.


Keberadaan EcoNusa disamping membantu melestarikan hutan di Papua juga ikut menjaga kelestarian habitat laut. Karenanya yayasan ini bekerjasama dengan para pemangku adat dan pemerintah daerah setempat untuk bersama-sama melestarikan sumber alam hutan dan laut. Semua ini untuk perbaikan tata kelola dan praktik pengelolaan hutan serta sumber daya laut yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Selain itu  EcoNusa mengajak kaum muda untuk mendukung gerakan kedaulatan pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan melalui sekolah Eco Diplomacy (SED). Sekolah ini berdiri tahun 2018 dan sudah memiliki lebih dari 47 alumni. Mereka diberikan pelatihan dan pengenalan tentang arti pentingnya hutan bagi manusia.

Kaum muda adalah generasi penerus bangsa, yang diharapkan mampu berdaya guna demi melestarikan kekayaan alam di Papua. Terbukti EcoNusa terus melakukan upaya berkelanjutan, mulai dari pelestarian hutan, menjaga kebersihan laut dengan cara membersihkan kawasan laut dari sampah-sampah yang mengganggu keberlangsungan habitat laut, seperti plastik dan sebagainya.



Disana pulauku yang kupuja slalu, Tanah Papua pulau indah. Hutan dan lautmu yang membisu slalu, Cenderawasih burung emas.............


Syair lagu Tanah Papua sampai sekarang masih sering kunyanyikan, mengingatkanku akan kenangan yang sempat terpatri disana. Apalagi saat Fawaz anak semata wayangku bertanya, "ma....kapan kita ke Papua lagi? Aku rindu tanah kelahiranku!"


Akupun juga rindu. Merindukan hijaunya hutan, rindu menarikan tarian yosim pancar dengan goyangan khas, rindu pada kenangan masa silam. Sejatinya, Papua adalah surga tersembunyi di ujung timur Indonesia.

Posting Komentar

29 Komentar

  1. Mbak Yuni punya pengalaman langsung nih tinggal di sana ya. Sudah merasakan keindahan Papua juga ya mbak yang dikenal dengan hutannya

    BalasHapus
  2. Papua ini punya sumber daya alam yg luarrr biasa.
    Kita kudu bahu-membahu untuk menjaganya sekuat tenaga
    Semoga semua pihak bisa bekerjasama melindungi hutan Papua agar tetap lestari.. Aamiin..

    BalasHapus
  3. Papua adalah salah satu tempat yang ada di wish list aku, yang pengen banget aku kunjungi suatu hari nanti, alam disana bagus banget yaaa

    BalasHapus
  4. Waduh, drama awal pernikahan lumayan dramatis juga yah mbak, sampai kehilangan dompet gitu. Ternyata mbak Yuni pernah tinggal di sana awal menikah yah mbak, suatu saat aku juga pengen main nih berkunjung dan menyaksikan keindahan Papua

    BalasHapus
  5. Ya Alloh, asyik sekali baca ini
    Apalagi ini tulisan tentang papua jauh sebelum zaman instagram ya

    Nama pantainya lucu-lucu, mbak

    Base-G, Dok 2, kesannya kok militer banget

    Bener ga sih?

    BalasHapus
  6. Papua memang surga Indonesia di bagian Timur ya, mba Yun.
    Alamnya masih banyak yang perawan. Budayanya juga khas, serta makanan dan hasil buminya ada yang tidak dipunyai daerah lain.
    Semoga tanah Papua tetap terjaga kelestariannya.

    BalasHapus
  7. Yougwa itu ada artinya gak, Mbak? Sepertinya saya pernah melihat di Jakarta ada restoran khusus kuliner Papua yang namanya Yougwa

    BalasHapus
  8. Papua ada batiknya juga yaaa. Paling suka lihat tempat wisatanya. Semoga ada rejeki buat ke sana. Btw, Matoa memang asli sana tapi sudah banyak tumbuh di Jawa. Di depan rumahku ada

    BalasHapus
  9. puas banget mbak udah pernah ke Papua.. aku pengen bangeet, nunggu tiket promo aku tuh biar bisa kesana menikmati keindahan alamnya

    BalasHapus
  10. Banyak sekali surga tersembunyi di Papua :)

    BalasHapus
  11. Tepat sekali sebutan Surga yang Tersembunyi ya untuk Papua ini. Keindahan alamnya luar biasaaaa... Semoga Papua semakin makmur dari hari ke hari ya... Amin

    BalasHapus
  12. Papua memang punya sumber daya alam yang luar biasa, semoga terus terjaga ya, Teh. Oh iya, kalau aku penasaran sama kerajinan kulit buayanya, Teh. Kira-kira kalau dipegang terasa kasar gitu gak ya? he

    Tapi jadi penasaran juga pengen kesana langsung, Teh. Kalau kesana pengen ke wisata dan kulinernya..

    BalasHapus
  13. Satu tempat yg saya ingin kunjungi di Papua adalah Puncak Cartenz di Pegunungan Jayawijaya. Setelah menaklukan Kerinci, mana lagi dong di tanah air ini. Tapi biayanya itu lho susah gede banget

    BalasHapus
  14. Paling senang dengan Papua dan kekayaan alamnya, kapan ya bisa berkunjung ke sana mbak. Aku paling senang dengan kebudayaannya yang sangat bagus dan indah.

    BalasHapus
  15. Papua itu surga nya Indonesia ya naj. Aku seneng tau byj tempat wisata alam disana. Sygnya belum bisa kesana krna tiketnya mahal bener deh. ..huhu


    Pengen rasain papedaaaa

    BalasHapus
  16. Ini yang disebut surga yang tersembunyi ya mbak hehe banyak hasil alam yang papua hasilnya dan semuanya bisa menghasilkan devisa negara juga di ekspor.. aku belum pernah ke papua.. sangat berharap suatu hari nanti bisa ke papua.. amiin

    BalasHapus
  17. Thank you sharingnya mbak, ternyata pernah ikut suami dinas di sana juga ya :D
    Dulu suamiku mau ditugaskan di Papua tapi gak jd hehe akhirnya dengan berbagai pertimbangan, perusahaannya memilih yang msh bujangan . Moga kapan2 bis ake Papua krn utk liburan dan menikmati alamnya :D

    BalasHapus
  18. Yap aku baru sekali mba ke Jayapura dan itu pun nggak banyak waktu buat eksplore. Semoga ada waktu dan kesempatan buat berkunjung ke Jayapura :)

    BalasHapus
  19. makin penasaran dengan Papua. Makin ingin ke sana. Kalau saya suka dengan pegunungannya Mbak. Ingin banget mengunjungi pegunungan Jaya Wilaya.

    BalasHapus
  20. aku sering penasaran deh dengan papua, karena berada di ujung timur Indonesia, apalagi dengan keadaan alamnya yang masih asri banget.

    BalasHapus
  21. Masya Allah ternyata banyak yang bisa dinikmati di Papua mulai dari alam makanan sampai oleh-olehnya enggak ada habisnya

    BalasHapus
  22. Bagi saya Papua penuh kenangan karena saya menghabiskan banyak waktu dari lahir sampai besar di sana. So baca ini jadi kangen Papua, sudah lama juga nggak injakkan kaki lagi di sana, apalagi Jayapura.

    BalasHapus
  23. Suatu saaat nanti semoga bisa keturutan main ke papua aamiin
    aku suka banget keadaan di sana yang masih asri dan banyak hutan.
    Pengen incip papeda juga rasanya kayak apa

    BalasHapus
  24. Oalah aku baru tahu Mb Yuni itu istri TNI dan tergabung PERSIT, temen2ku juga gitu mau tak mau harus ikut suami tugas..dan ya mba di sana endemik malaria yah Ya Alloh kaget juga sampe suami mb Yuni sering kena :( semoga sehat selalu
    btw Papua emang keren yah, sepupu suami juga tinggal di sana kagum dengan keindahannya

    BalasHapus
  25. Pengalaman yang memesona ya mba bisa melihat indahnya Papua dengan sejuta keindahan pesona Indonesia

    BalasHapus
  26. Aku jadi ingat dulu punya sahabat dari papu tapi campuran Belanda. Sering banget bawa oleh oleh dari Sorong kue bagea kalau ga salah. Aromanya kayu manis dan dibungkus daun khas gitu. Duh Papua memang kaya destinasi wisata

    BalasHapus
  27. Yang aku suka dari Papua adalah papeda. Apalagi pake ikannya kuah kuning. Mantep banget.

    BalasHapus
  28. Papeda, hmmm, khas dan nikmat tentunya ya, Mbak.

    BalasHapus
  29. Matoa tes... wangi kayak duren tapi kenyal kayak duku. Di halaman mertua ada sepohon tumbuh, sayang dia musiman jadi gak tiap waktu ada

    BalasHapus

Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...