The Most Unforgettable Journey: Blitar - Bali by Motorcycle

Semenjak tinggal di Bali, aku jadi sering pulang ke Blitar mengendarai sepeda motor bersama suami tersayang dan anak semata wayangku. Suamiku hobi banget berkendara moge alias motor gede. Dan untuk mengobati keinginannya memiliki moge tulen, akhirnya ia memutuskan membeli Honda PCX, pastinya cucok dengan kantong seorang Abdi Negara hehehe. Meski belum dibilang moge tapi bodi Honda PCX bolehlah dibilang moge di kelas motor matic.
Honda PCX : moge matic


Ini kali ketiga aku harus menyusuri bermil-mil jarak Blitar – Bali dengan Honda PCX, motor kesayangan suamiku. Walau senyatanya dalam hati kecilku ingin menyudahi kenekatan ini, tapi apa daya demi cintaku pada suami, akhirnya kuturuti apa kemauannya hehehe…….

Rasa jenuh itu pernah terbersit dalam benakku, karena lamanya perjalanan, ditambah panasnya pantat yang membuat duduk di boncengan pun seolah tak nyaman. Tapi sumpah, meski rasa itu sempat bergejolak, sejujurnya aku ketagihan ingin mengulanginya lagi.

Mungkin orang beranggapan aku terlalu nekat, dan mungkin juga orang berpikiran perjalananku itu adalah hal yang biasa, karena sudah tiga kali mengalaminya, tentu tak ada istimewa atau special thing didalamnya. Namun, kenekatanku yang ketiga ini bukan tanpa sebab. Dan justru hal inilah yang membuat perjalananku menjadi sebuah “unforgettable journey”, yang akan selalu membekas di memori ingatanku.

Tiga bulan aku memendam angan ini, ingin segera menuangkan dalam bentuk tulisan. Namun entah mengapa feelingku menolak, menunggu waktu yang tepat. Eit…emang paranormal??? Dan saat ini saat si  MomTraveler alias mbak Muna Sungkar mengadakan Giveaway, genderang itu seolah bertalu, menghentak jemariku untuk segera menari diatas tuts notebookku. Akupun seperti tak sabar ingin mengumbar celotehku.

Jadi ceritanya begini…….terus terang liburan akhir tahun 2013 kemaren sangat menguras tenaga dan rasaku. Niat ingin berlibur bersama suami dan anak tercinta, mengunjungi wisata Rambut Monte di Blitar dan menikmati keindahan gunung kelud, pupus sudah. Pasalnya suamiku jatuh dari sepeda motor yang ditungganginya saat melakukan perjalanan Bali – Blitar.

Saat itu aku bersama anakku lebih dulu berangkat ke Blitar naik pesawat, sementara suamiku mengendarai Honda PCX pada pagi harinya sekitar pukul 02.00 dini hari. Tanpa kuduga ternyata suamiku mencoba jalan yang belum pernah dilewatinya. Kalau biasanya ia melewati Situbondo, kali ini ia mencoba melewati arah Banyuwangi. Memang medannya sangat berat, banyak tebing curam dan jalanan yang rusak.

Entah mengapa aku yang sudah duluan sampe di Blitar merasa tidak tenang, membayangkan hujan yang tak berhenti seharian mengguyur tubuh suamiku. Kucoba menelponnya, namun tak pernah diangkatnya. Menurut perkiraan, ia akan tiba di Blitar pada pukul 04.00 sore, namun sampai jam 4 suamiku belum juga datang. Aku selalu berdoa atas keselamatannya. Dan satu setengah jam kemudian barulah ia datang dalam keadaan basah kuyup.

Alangkah terkejutnya aku manakala mendapati bodi motor PCX itu sebagian ringsek, bahkan box belakang tempat barangpun pecah. Sementara jas hujan suamiku robek sedikit. Ternyata suamiku jatuh di desa Tempeh, daerah yang dekat Lumajang. Memang dari dulu keadaan jalanan di daerah Tempeh rusak berat, banyak lubang yang membahayakan pengendara motor bila tidak berhati-hati. Entah berapa banyak korban jiwa akibat jalan rusak yang tak ada solusinya itu.
salah satu bagian yang ringsek

Namun aku masih bersyukur, luka suamiku tak begitu parah, hanya memar di bagian paha, kaki, tangan dan siku. Sementara bodi motor PCX terpaksa harus di ketok magic, karena bodi original harus indent ke Jakarta.

Meski begitu, nyaris waktu liburku kuhabiskan untuk merawat suamiku. Sementara motor yang dibawa ke bengkel pun tak kunjung selesai karena hujan selalu turun setiap hari. Ya…….wisata ke Blitar hanya tinggal kenangan, apalagi keadaan gunung kelud pasca meletus beberapa waktu silam, pasti tak seindah dulu. Tapi syukur itu selalu ada, meski rencana itu batal, namun Allah masih melindungi suamiku. Sebuah nikmat yang luar biasa dan harus selalu kusyukuri. Memang manusia boleh berencana tetapi Allah-lah yang “hak” dan menentukan segalanya, termasuk nasib manusia.

Dan tepat di hari Sabtu, ternyata Honda PCX sudah selesai dipoles. Bekas remuk redam itu sudah tak nampak. Sementara suamiku agaknya sudah pulih, meski memar-memar dikakinya masih terlihat. Demi melihat kenyataan itu, rasanya tak tega bila aku membiarkan si yayang tercinta mengendarai motor sendirian. Dengan niat “bismillahirrohmanirrohim” kuajak serta Fawaz, anak semata wayangku, menerobos panasnya Blitar menuju Bali.

Jam 2 siang kami berangkat, tanpa bekal makanan, karena barang bawaan sudah banyak. Bersyukur saat itu cuaca bersahabat. Akupun berdoa semoga tak turun hujan seperti perjalananku sebelumnya. Memang benar, Allah meridhoi perjalanan kami. Sampai Malang udarapun tetap cerah. Dengan terpaksa kami singgah di Mie Pangsit Malang dekat kantor Telkom Kepanjen Malang, karena anakku mengeluh lapar.
mie ayam pangsit Kepanjen Malang

Tak begitu lama, kamipun bergegas melanjutkan perjalanan agar tak kemalaman di jalan. Suamiku dengan lihainya mencari celah jalan yang sepi. Ada dua alternative bila kemalaman di jalan, bermalam di rumah saudara di Probolinggo atau menginap di rumah teman di Situbondo.

Menjelang maghrib kami sampai di Probolinggo. Aku melihat antrian panjang sekitar jalan raya Tongas – Probolinggo. Lalu lintas lumpuh total. Kendaraan roda empat seolah diam tak berkutik, sedikitpun tak bisa bergerak, sementara para penumpangnya berhamburan keluar. Hanya motorlah yang bisa melanjutkan perjalanan, menerobos celah yang tersisa.

Aku penasaran, menurut info baru saja terjadi kecelakaan. Namun kecelakaan seperti apa, akupun tak tahu, karena lalu lintas benar-benar macet, sementara debu beterbangan membuat sesak dada ini. Hingga menjelang Isya’ kami masih terjebak di jalan raya yang amat panjang itu. Meski suamiku dapat menjalankan motornya, namun tak bisa stabil. Sampai akhirnya…….aku langsung menutup mukaku rapat-rapat. Di kegelapan kulihat samar-samar sandal-sandal berserakan, tiang listrik yang bengkok, bahkan ceceran darah dimana-mana. Bau anyir sangat menyengat hidungku. Suamiku terpaksa harus menjalankan motornya dengan zikzak untuk menghindari tumpahan darah di jalan itu. Duh…..hatiku terasa ngilu, ada rasa perih menyayat kalbu.

Rupanya baru saja terjadi kecelakaan hebat, mobil pick up yang mengangkut rombongan ibu-ibu dari Probolinggo untuk takziah ke Surabaya menabrak fuso saat menyalip mobil panther. Berita itupun tak kuketahui dengan pasti. Aku baru tahu dua hari kemudian, bahwa kecelakaan hebat yang terjadi di jalan raya Tongas – Probolinggo menelan banyak korban jiwa. Miris rasanya.

Jalan raya panjang itu akhirnya terlewati, aku berusaha melongok ke kiri – kanan, barangkali ada masjid di tepi jalan. Mumpung masih ada sedikit waktu untuk menunaikan sholat Maghrib. Tak berapa lama, di sebelah kiri jalan suamiku menunjuk sebuah masjid, barulah kami berhenti disitu.

Memasuki area masjid yang kurasakan adalah hawa dingin. Angin semilir-semilir berhembus, sepi sekali suasananya. Kuberanikan kakiku melangkah ke tempat wudhu, walau sebenarnya bulu kudukku sempat merinding. Namun…ah….lekas kutepis rasa itu. Segera kuambil air wudhu, setelahnya aku bergegas menuju tempat sholat wanita. Selesai sholat aku mengamati sekeliling bangunan. Sorot mataku tertuju pada deretan tulisan yang berukir tinta emas. Dan aku jadi tahu bahwa itu adalah masjid Tiban. Entah mengapa tiba-tiba bulu kudukku kembali merinding.

Mengingat perjalanan masih panjang, dan demi memenuhi permintaan anakku yang ingin menginap di Situbondo, akhirnya suamiku bergegas menghidupkan mesin motornya. Ini perjalanan yang lumayan jauh. Jarak Probolinggo ke Situbondo masih sekitar 4 jam lagi. Namun kami semua nekat mererobos gelapnya malam dan dinginnya udara di sekeliling.

Seperti biasa anakku kembali lapar. Kami berhenti sejenak di warung bakso. Sekitar 10 menit kami kembali melanjutkan perjalanan. Ada rasa iba melihat suami yang sedari tadi mengendalikan laju motor, andai diperbolehkan aku ingin menggantikannya. Jelek-jelek gini aku dulu pernah jadi raja jalanan hehehe…..tapi suamiku tak mengijinkan. Rasa kantuk yang mulai menjangkiti tubuhku lekas kuusir dengan kunyahan permen karet. Sementara untuk menghindari suamiku ngantuk di jalan, kucoba menepuk-nepuk punggungnya.
bakso Probolinggo

Rasanya lama sekali jarak Probolinggo – Situbondo. Kadang aku membayangkan kasur empuk di rumah atau orang-orang yang tengah menikmati tidur malamnya. Sementara kami masih bergelut melawan udara malam. Namun aku terhibur dengan kerlap-kerlipnya pemandangan PLTU Paiton di malam hari. Sempat was-was melakukan perjalanan di malam hari, dimana area sekeliling sangat gelap. Yang kutakutkan adalah perampok jalanan. Namun aku tetap berdoa. Dan doa selamat itulah yang selalu kulantunkan sepanjang perjalananku.

Lalu tahukah Anda dimana anakku duduk? Mungkin inilah pemandangan yang antik, bahkan banyak mata tercengang melihat Fawaz duduk tak ubahnya seperti ayam yang mau bertelur. Honda PCX tidak seperti motor matic pada umumnya. Di bagian depannya ada tempat yang longgar untuk diduduki anak. disitulah suamiku menyiapkan bantal kecil agar anakku nyaman dan bisa tidur sepanjang jalan. Sementara untuk tumpuan kaki, suamiku menambahkan sepasang seng tebal dikiri-kanan pijakan kaki.
seperti inilah gaya anakku duduk

Tepat pukul 10 malam anakku merengek minta minum. Inilah resiko bepergian yang tak membawa bekal. Kami kembali berhenti di tepian jalan sembari istirahat sejenak. Suamiku bisa merebahkan tubuhnya di atas bale-bale yang memang disediakan pemilik warung. Sementara anakku bisa puas menikmati minuman dan snack yang dijual disitu.
istirahat sejenak di pinggir jalan

Selang 10 menit kami melanjutkan perjalanan, dan tepat setengah 12 malam sampailah kami di Situbondo. Kami bermalam di rumah teman, sampai akhirnya keesokan harinya melanjutkan perjalanan ke Denpasar – Bali.

Alhamdulillah pagi yang cerah mengiringi perjalanan kami menuju Bali. Hanya 1 jam dari Situbondo menuju penyeberangan Ketapang – Gilimanuk. Namun saat melewati sebuah hutan panjang, sorot mataku tertuju pada sebuah bus yang ringsek. Bayanganku kembali teringat pada kecelakaan hebat di Probolinggo. Duh….mengapa orang begitu cerobohnya, hingga tidak memperhatikan keselamatan dirinya dan orang lain?
Pemandangan lain yang membuat lucu adalah banyaknya monyet berkeliaran di tepi jalan. Sebenarnya aku bermaksud ingin mengambil gambar, namun suamiku melarangnya. Karena mereka adalah monyet liar, kalau melihat orang berhenti tepat dihadapannya, bisa-bisa orang itu diserangnya.
hutan tempat tinggal monyet

Yipi…..sampailah kami di penyeberangan. Hal yang menggembirakan, kami tak harus antri panjang seperti menjelang lebaran atau Nyepi. Seperti biasanya, pemeriksaan kelengkapan kendaraan dan KTP selalu dilakukan di tempat itu. Namun hanya sebentar, untuk selanjutnya kami menuju ke sebuah kapal ferry. Lumayan…..kapalnya sangat bersih, jadi nyaman berada didalamnya. Apalagi kebiasaan anakku yang selalu minta dibelikan mie gelas, membuatku  tak risih membelikannya.
mie gelas di kapal ferry

Kurang lebih satu jam kami berada diatas kapal ferry, sampai akhirnya sampailah kembali kami di pulau Dewata. Ternyata jarak dari Gilimanuk ke Denpasar bukan jarak yang pendek, bahkan hampir 4 jam kami kembali menunggang motor PCX melawan panasnya pantat. Dan memang tak mudah untuk sampai tujuan. Beberapa jalanan macet karena ada galian di pinggir jalan, belum lagi kecelakaan yang kembali terjadi, walau tak separah sebelumnya, tapi membuat perjalananku tersendat.
antri keluar pelabuhan

Demi menghilangkan kebosanan akhirnya kami berhenti di pinggir jalan, memesan burger dan es teh. Jadilah kami seperti musafir yang kumuh penuh debu, makan dipinggir jalan sambil duduk di lantai. Tapi entah mengapa sesuatu itu bila dilakukan bersama keluarga tercinta rasanya sangat menyenangkan. Tak peduli muka penuh asap mobil yang hitam, baju yang kumal, toh mereka yang melihat juga tak kenal kami hehehe……..serasa jadi bolang seharian.
sampai di Bali

Dan akhirnya…..tepat jam setengah tiga siang sampailah kami di asrama tempat kami tinggal. Pemandangan yang menyedihkan, halaman rumahku terlihat gersang. Tanaman dalam pot yang kutinggal seminggu seketika mati tinggal batang yang kering, sementara di dalam rumahku rupanya ditempati sekawanan semut yang bersarang di sekeliling jendela rumahku. Rupanya mereka tahu si empunya rumah sedang pergi jauh. Dan mereka tak ingin rumahku disatroni maling. Makanya mereka membentengi rumahku dengan sarang yang bergelantungan di tepi-tepi pintu. Sedih tapi seru, serasa berpetualang layaknya di bolang di TV hehehe.....

Itulah kisahku yang tertuang dalam “The Most Unforgettable Journey”. Pengalaman yang tak akan pernah kulupa. Kadang ketika malam menjelang, dan sepi mulai merayap, ingatanku kembali tertuju pada kejadian itu, saat dimana aku, suamiku dan anakku tengah menjadi raja jalanan, bahkan mendadak jadi bolang.
Yah…suatu saat pastinya, aku akan mengulang memori ini, tentunya dengan cerita dan kenangan yang lebih indah lagi. Semoga…………………..


“Tulisan ini diikutsertakan dalam GA Unforgettable Journey Momtraveler’s Tale”

Posting Komentar

14 Komentar

  1. waw... perjalanan panjang.... aku juga kalo mudik ke lampung naik motor mak, kadang tumpuk 4. emang sih, nggak boleh, tapi alhamdulillah... kita semua sehat selamat.
    sukses kontesmu mak.. pingin juga ke bali via laut, nggak terbang.. tapi kalo naik motor dari serang sihh.. hehe mikir dulu deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. perjalanan panjang yang sangat berkesan mak....tapi kalau emang sudah senang naik motor, pantat panaspun tak dirasa
      terima kasih ya mak

      Hapus
  2. Luwar biasa ...
    terutama ... yang ini ... "... menyiapkan bantal kecil agar anakku nyaman dan bisa tidur sepanjang jalan "
    Saya tidak bisa membayangkan ...
    tetapi saya yakin ini sungguh perjalanan yang berat namun sekaligus mengasyikkan...

    safe riding every body !

    Salam saya

    (14/3 : 3)

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau cuma dibayangkan gak bakalan nyampek Om hehehe....tapi senyatanya ini adalah perjalanan yang menyenangkan, emang bener-bener luar biasa

      Hapus
  3. Jika tidak ngongso,ngoyo dan menikmatinya maka naik motor bisa asyik. tetapi saya tetap menyarankan jika membawa anakj kecil sebaiknya naik kendaraan roda 4 (bus,dll) Kasihan lho, posisi anak pasti tidak enak dan juga panas-angin.
    Semoga berjaya dalam GA
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Pakdhe jika bepergian naik motor dengan santai pastinya akan menikmati perjalanan, meski rasa pantat panas. Tapi memang anak selalu jadi pikiran, gimana kalau tiba-tiba hujan. Terus terang ada rasa was-was bila mengajak anak, tapi ya gimana lagi
      Terima kasih pakdhe atas sarannya dan kunjungannya

      Hapus
  4. salut banget sama stamina dirimu yang kuat dan kebal melawan arus luar kota. Wah kalo diriku pasti udah mendem...hihi, btw itu foto-foto kerennya pake kamera apa mba? Cakep banget deeh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe....ya dikuat-kuatin mbak, karena kasihan melihat suami kalau harus sendiri jalan, walau sebenarnya ada rasa was-was bila mengajak anak, takut cuaca tak bersahabat saja.
      Kalau foto-foto itu saya ambil sekenanya pakai kameranya hp, bawa kamera saku tapi jarang digunakan takut jatuh malah rusak hehehe

      Hapus
  5. Subhanallah hebatnya Drimu mak, ga kebayang pegel nya badan, blm lg kl cuaca yg ga bersahabat n Msh hrs Mikirin anak spy masih ttp bisa tidur enak.. Ibu yg luar biasa :)
    Makasih mak sdh ikutan GA ku, udh terdaftar ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe bukan hebat mbak, tapi nekat karena kasihan suami, makanya saya harus menemaninya. memang anak yang sering jadi pikiran, karena pernah dulu kami diguyur hujan di sepanjang jalan, hiks....
      terima kasih mak

      Hapus
  6. sudah disiapkan ya untuk anak jadi diperjalanan nyaman

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak betul, kalau bawa anak hal yang utama yaitu membuat anak nyaman di perjalanan, terutama agar ia bisa tidur dan tidak rewel, makanya kami membuat motor yang kami tumpangi diberi bantal atau sandaran kaki, agar anak betah di perjalanan.

      Hapus
  7. aku juga pernah perjalanan Gresik- Pamekasan naik sepeda motor bebek mbak,,lumayan 4 jaman duduk anteng bareng suami...linu-linu badan setelah itu mbak,,,capek,,,hehehhehe,,,tapi memang seru ya,,,

    BalasHapus
  8. walah, klo aku bisa bongko boyokku mba motoran sejauh ini hihihii...salut dg kekuatanmu dan keluarga :)

    BalasHapus

Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...