LEMBARAN KISAH PERNIKAHANKU

Dear sahabat blogger........

Cerita tentang pernikahan memang tiada akhir.  Ibarat air yang mengalir, lembar demi lembar dari cerita sebuah pernikahan itu selalu menorehkan kisah yang selalu ingin dikenang.  Dan bagiku, pernikahan adalah sebuah cerita indah, yang selamanya akan bersemayam dihatiku.

Awalnya aku sempat tak percaya bahwa aku benar-benar bisa duduk di kursi pelaminan, bersanding dengan seorang lelaki yang kini jadi suamiku.  Perjumpaanku dengannya bukan tanpa di sengaja, melainkan melalui sebuah perjodohan.  Namun, aku tak mau menganggap semua itu sebagai sebuah keterpaksaan. 



Dulu.....jauh sebelum aku mengenalnya, aku memang seorang perempuan yang cuek, takut untuk berpacaran.  Aku lebih suka menghabiskan waktu bersama teman-temanku perempuan.  Namun, prinsip itu tetap ada, bahwa aku mendambakan seorang lelaki yang berperawakan tegap dan berambut cepak, hehehe...pasti sudah bisa nebak khan?

aku duduk paling kanan

Sekalinya aku berkenalan dengan seorang cowok berambut cepak, dan aku berniat serius menjalani hubungan itu, tiba-tiba ia meninggalkanku.  Seperti kisahku di "Jodoh dari langit sebuah ending dari pergulatan cinta".  Sedih memang, tapi itulah kenyataan yang harus kuhadapi.  Dan seolah tak merasa jera, akupun kembali memulai sebuah hubungan baru dengan lelaki lain.  Ternyata, hal yang samapun kualami.  Saat itu aku merasa, jalan yang kulalui untuk mendapatkan cinta sejati, seolah penuh kerikil yang menyayat hati.

Di tengah keterpurukanku, tiba-tiba ibuku merencanakan sebuah pertemuan yang sungguh membuatku terperanga, tak percaya.  Seorang lelaki berperawakan tegap datang dengan ibunya ke rumahku.  Aku pun tak tahu sebelumnya, apa maksud kedatangannya.  Rupanya, mereka adalah tamu yang ditunggu-tunggu ibu untuk dikenalkan kepadaku.

Pertemuan kami memang terasa singkat.  Suasana pun tampak dingin, karena kami sama sekali tidak saling kenal sebelumnya.  Hanya satu, dua patah kata yang keluar dari mulut lelaki itu.  Sementara aku, tak mungkin akan menjejali beberapa pertanyaan untuk menghidupkan suasana.  Kubiarkan semuanya larut dalam diam.  Dan setelah perjumpaan itu, yang ada dalam benakku, hanya kata "tidak mungkin".

Aku tak pernah memikirkan tentang lelaki itu.  Yang kuingat adalah, saat aku memasrahkan diri kepada Allah tentang jodoh yang kuimpikan, aku selalu berharap agar diberikan jodoh yang terbaik untukku.  Dalam kepasrahan, bahkan dalam sujud panjangku, aku selalu terbayang sosok tegap seperti lelaki yang baru saja bertandang ke rumahku.  Mungkinkah ia jodohku?  Ah...lagi-lagi aku menepis anggapan itu.

Empat hari telah berlalu semenjak pertemuan itu.  Aku tak merasakan apa-apa tentang lelaki itu.  Kuhabiskan waktuku di kantor dan menyelesaikan pekerjaanku yang kian menumpuk.  Tanpa kuduga, di hari kelima, telpon di kantor tempatku bekerja berbunyi.  Operator bilang, itu telpon untukku.  Bukan dari rekan kerja, tetapi dari teman di kampung.  Wow...siapa gerangan.

Ternyata...lelaki itu menelponku.  Ia menyampaikan maksudnya.  Dan tepat di hari Jum'at, hatiku terasa campur aduk.  Bayangkan....seorang lelaki yang baru sekali bertemu, belum saling kenal, tiba-tiba berkata:
"Besok kujemput di terminal Arjosari Malang, aku akan melamarmu......"

Senang, sedih, bahagia dan haru semua membaur di hatiku.  Ingin rasanya teriak saat itu, tapi aku sadar, aku di dalam kantor.  Hanya rasa syukur yang senantiasa kupanjatkan dalam hati atas anugerah ini.  Aku sadar, boleh jadi kegagalanku tempo dulu adalah sebuah proses untuk menggapai sebuah cinta sejati.  Bahwa Allah telah menjawab doa-doaku.  Lelaki yang selalu hadir membayangiku saat bermunajat kepada-Nya, ternyata benar-benar hadir di kehidupan nyataku.

Dan hari Sabtu yang kunanti, rupanya tiba juga.  Di terminal Arjosari aku dijemput lelaki itu.  Namanya juga baru sekali bertemu, wajar bila belum hafal wajahnya.  Setelah turun dari bus jurusan Surabaya - Malang (kebetulan aku kerja di Surabaya), aku langsung menuju bangku panjang, mengamati satu persatu wajah berseragam loreng yang duduk disitu.  Rupanya aku tak mengenalinya.  Sungguh beda dengan saat pertama kali bertemu.  Dengan tiba-tiba, lelaki itu memegang tanganku, untuk kemudian mengajakku menaiki bus jurusan Malang - Blitar.

Tak banyak kata yang keluar dari bibir lelaki itu selama perjalanan.  Sekali lagi, akupun membiarkan suasana hening.  Hanya deru bus kota yang melaju kencang seakan berkejaran dengan sang waktu.  Aku hanya berdoa, semoga semuanya baik-baik saja.  Sungguh tak bisa kubayangkan, apa yang akan terjadi nanti......

Sampai di terminal Blitar, lelaki itu langsung mengajakku menuju tempat parkir motor.  Rupanya ia membawa motor dari rumah dan menitipkannya di tempat penitipan motor.  Tanpa kuduga, ternyata ia mengendarai sebuah vespa butut.  Naasnya, vespa itupun mogok.  Berulangkali lelaki itu mencoba menghidupkannya, sampai peralatan yang ada di dalam jok vespa itu dikeluarkan, namun vespa itu tak mau nyala.  Sekali nyala, suaranya membuat jantung terasa copot.

Saat lelaki itu menyuruhku membonceng di belakangnya, pandanganku tertuju pada warna hitam di atas alis lelaki itu.  Segera kukeluarkan tisyu untuk menghapusnya.  Pikirku, itu adalah oli yang tanpa sengaja menempel disitu gara-gara membetulkan vespa.  Hahaha....ternyata aku salah duga.  Ternyata...lelaki itu agak senewen saat kusodorkan selembar tisyu untuk mengelap mukanya yang berwarna hitam.

"Ini bukan angus...tapi tahi lalat!!!"

Duh.....dasar, Sok Kenal Sok Dekat, tahi lalat di kira angus.....Yah...itulah kalau orang tidak saling kenal sebelumnya. Harap maklum.

Rupanya, semuanya sudah disiapkan dengan rapi.  Beberapa hidangan sudah tersaji di meja rumahku.  Wah...memang ibu benar-benar berniat menjodohkanku dengan lelaki itu.  Sampai akhirnya, ketika malam tiba, rombongan dari lelaki itu datang ke rumah, sebuah pesta pertunangan yang sederhana resmi di gelar.  Aku sempat mendengar guyonan para kerabat, yang menganggapku seperti "Kisah Siti Nurbaya", menerima sebuah perjodohan.

Namun, aku tak pernah mempermasalahkan perjodohan itu.  Bagiku, semua itu adalah skenario Allah untukku.  Aku yakin acara itu adalah sebuah jembatan untuk menemukan jodohku.  Sama sekali bukan paksaan.  Tentang cinta....akupun yakin bahwa ia akan bersemi dengan sendirinya bila jalan itu Allah yang kehendaki.

saat belum menikah, mencoba berpose, kira-kira pantes gak ya hehehe

Aku menikah dengan lelaki itu setelah setahun bertunangan.  Kami sibuk dengan urusan masing-masing.  Aku bekerja di sebuah perusahaan swasta di Surabaya, sementara ia dinas di Papua.  Jarak yang sangat jauh untuk menjalani sebuah hubungan.  Selama itu pula, kami berusaha mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk acara pernikahan kami.  Hanya rasa saling percaya, dan bakti kepada orang tualah yang membuat hubungan kami tetap terjalin.  Bahwa perjodohan yang kami jalani, selain karena kehendak-Nya, juga sebagai bukti rasa hormat kami kepada orang tua.  Tak mungkin kami mengkhianatinya.

Dan rupanya, pernikahan kami adalah pernikahan termegah di kampung...hehehe.  Bayangkan, di sebuah kota yang sepi, pesta pernikahan dilaksanakan dengan pedang pora, setelah itu dilanjutkan pagelaran campursari.  Sungguh banyak tamu undangan yang datang menyaksikan pesta yang kami gelar.  Duh...malu rasanya hati ini saat di tonton ribuan orang.

foto bersama mertua selesai pedang pora

Ternyata, pesta pernikahan yang dilaksanakan dengan adat Jawa banyak menguras tenaga.  Acara seakan tiada habisnya.  Beberapa hari kami harus menjalani banyak ritual, seolah matapun terpaksa membelalak karena melayani tamu yang tak kunjung habis.

Aku masih teringat, saat acara walimahan di rumah mertua, banyak tamu berdatangan.  Bahkan beberapa dari mereka adalah kerabat dekat kami.  Otomatis aku dan lelaki yang resmi menjadi suamiku harus menemuinya.  Di saat aku sibuk menemui tamu-tamu itu, tanpa sengaja kuletakkan dompetku dekat kamar belakang rumah mertuaku.  Aku heran, hanya lima menit kutinggal dompet itu, ternyata sudah berpindah ke orang lain alias dompetku raib.

Tega benar orang yang mengambil dompetku, di saat acara seperti itu.  Aku bukan menyesali uangku yang hilang, tetapi di dalam dompetku berisi surat-surat penting yang tidak mungkin kudapatkan lagi.  Saat itu...akhirnya kutinggalkan tamu-tamuku, aku dan suamiku pergi ke kantor polisi untuk melaporkan kehilangan yang baru saja kualami.  Duh.........

Belum selesai urusanku dengan polisi, tiba-tiba sebuah telpon dari atasan suamiku membuatku kelabakan.  Besok pagi kami harus berangkat ke Papua, ada tugas penting yang menanti suamiku disana.  Jlep....stress rasanya.  Pikiranku seolah bercabang.  Aku tak bisa membayangkan apa yang akan kubawa ke Papua.  Tanpa persiapan, semua barang yang kuanggap perlu di bawa, akhirnya kubungkus rapi.

Seolah berkejaran dengan waktu, berkat bantuan temanku di Surabaya, aku mendapatkan tiket SBY - JAP.  Oh, ya, sehari sebelum menikah, aku sudah mengundurkan diri dari tempatku kerja.  Haru dan sedih rasanya saat itu, karena harus berpisah dengan teman-teman yang sudah kuanggap saudara sendiri.

Dan hari itu, saat aku akan terbang ke Papua, teman-temankulah yang menolongku.  Tentang barang bawaanku, rupanya barang itu overload alias kelebihan muatan.  Bahkan saat ditimbang, nominal yang harus kami bayar lebih dari satu juta.  Sempat menghela nafas, namun akhirnya setelah berunding dengan suami akupun meng-ikhlas-kan uang 1 juta yang tadinya dijadikan mas kawin terpaksa digunakan untuk membayar biaya kelebihan muatan barang itu.  Hiks...sedih sebenarnya, tapi apa mau dikata, hanya itu yang kami punya.

Sembilan jam perjalanan kami untuk sampai ke bandara Sentani Jayapura.  Aku merasa babak baru dalam kehidupanku kumulai saat itu.  Genderang siap ditabuh untuk memulai perjuanganku sebagai istri pendamping suami.  Banyak kisah yang kualami selama di Papua.  Mulai dari belajar memasak, sampai malam hari terpaksa terbangun dari tidur gara-gara rambutku tiba-tiba basah oleh air yang masuk ke dalam kamar.

Ceritanya, malam itu hujan sangat deras, namun cuaca terasa panas, apalagi rumah yang kami tempati beratapkan seng.  Sementara kasur kami hanya cukup untuk seorang, akhirnya karena merasa gerah, aku tidur di bawah beralaskan tikar.  Ternyata, selokan belakang tersumbat oleh sampah, hingga air hujan pun tidak bisa mengalir dengan lancar.  Yang ada, air itu malah meluap masuk hingga ke dalam kamar.  Dan air hujan yang membasahi rambutku tiba-tiba membangunkanku di tengah malam.  Sontak akupun membangunkan suamiku.  Jadilah malam itu kami kerja bakti menghalau air agar keluar dari rumah kami.

Bukan hanya itu....hidup jauh dari orang tua mengharuskanku berjuang dalam segala hal.  Aku harus bisa beradaptasi dengan lingkungan baruku.  Belum lagi, karena jabatan suamiku saat itu sebagai Kasi, akhirnya aku mempunyai ibu-ibu anggota.  Tak jarang setiap malam rumahku ramai dikunjungi oleh pasangan muda yang sedang bermasalah.  Canggung, bingung dan takut kadang kerap menghantuiku manakala aku berusaha menjadi penengah permasalahan mereka.  Pasalnya, aku sendiri juga masih baru menjadi istri.  Tak punya pengalaman yang banyak dalam rumah tangga.  Tapi, syukurlah, meski kami berbeda suku dan pandangan, namun kami tetap saling menghargai dan menghormati.

Tanpa kusadari....rumah tanggaku sudah berjalan 1,5 tahun.  Selama itu pula Allah belum mempercayakan kepada kami untuk menimang seorang anak.  Lagi-lagi aku dan suamiku harus berjuang demi hadirnya seorang anak.  Berbagai terapi dan pengobatan, bahkan mendatangi dokter yang sangat ahli di Papua, kujalani tanpa putus asa.  Semua mengatakan bahwa aku dan suamiku baik-baik saja.

Namun....mengapa ia yang sudah lama kunantikan tak juga kunjung datang?  Separo gaji suamiku sudah habis untuk biaya itu.  Bukan...bukan itu yang kupermasalahkan.  Anak adalah harta yang sangat berharga melebihi emas dan permata. Dan hanya itu yang kuinginkan saat itu.

Akhirnya, hanya kepada Allah-lah aku memohon.  Setiap malam selalu kuambil air wudlu, bermunajat kepada-Nya, mengharap agar doaku cepat terkabul.  Tak jarang air matapun selalu menetes memohon belas kasihan-Nya. Ternyata.....mukjizat itu memang ada, di saat dokter sudah angkat tangan dengan pengobatan yang kujalani, pada pemeriksaan terakhir aku dinyatakan positif hamil.  Alhamdulillah.

Dan...akhirnya anakku pun lahir sembilan bulan kemudian.  Dari situlah aku sadar akan rencana Allah.  Aku tahu lelaki yang kini menjadi suamiku adalah jodoh yang Allah pilihkan untukku melalui sebuah perjodohan.  Dan waktu 1,5 tahun...tentunya adalah waktu yang Allah berikan spesial untuk kami, agar kami mengenal satu sama lain, sebelum akhirnya kami mendapatkan sebuah hadiah seorang anak lelaki yang tampan.  Subhanallah, sungguh kuasa Allah kadang tak bisa dimengerti oleh akal pikiran kita.

di PNG

Bukan berarti, setelah aku mendapatkan semuanya, tak pernah lagi terjadi sesuatu.  Kejadian yang kadang menguras air mataku masih sering kualami, namun bukan karena kami cekcok atau bertengkar.  Seperti suamiku yang selama 6 bulan berturut-turut terserang malaria dan harus rawat inap di rumah sakit, atau anakku yang terserang typus, atau bahkan aku sendiri yang kena serampak atau malaria.  Otomatis membuatku merasa sedih.

Terus terang, rumah tanggaku saat ini baik-baik saja.  Dan itu harapanku yang selalu kumohonkan kepada Allah.  Aku merasa sangat bahagia.  Bagiku...bahagia itu kudapat disaat aku bisa bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan.  Bukan banyaknya materi, karena sesungguhnya keluarga kami masih jauh dari kelebihan materi.  Kami belum punya rumah sendiri, gaji suami tinggal separo, karena sempat digunakan untuk pinjam bank saat sekolah beberapa tahun yang lalu.  Hutang pun masih menjadi tanggungan kami saat ini.

Namun.....banyak hal yang telah kudapatkan selama perjalanan pernikahan kami.  Dia...yang selama ini menjadi suamiku, telah mengajariku banyak hal.  Tentang arti sebuah kesetiaan.  Kami selalu menjaga sebuah ikatan pernikahan agar tak tercerai berai.  Kami berusaha menyatukan perbedaan.  Bahkan kami saling menghargai dan menghormati.  Terlebih, rasa percaya diantara kami selalu terpatri kuat di sanubari kami.  Yang kami pikirkan hanyalah masa depan anak.  Anak adalah segalanya bagi kami.

Kini...yang aku, suami dan anakku inginkan hanyalah bersatu.  Aku selalu mengajak serta anakku mengikuti kemanapun suamiku bertugas.  Bagiku, tinggal serumah akan membuat hidup terasa nyaman, meski rumahnya masih numpang, hutangnya masih numpuk atau bahkan motornya hanyalah motor dinas.  Namun...kami tak pernah terlena dengan semua itu.  Masa depan selalu kami pikirkan, terutama agar kami bisa terbebas dari semua itu.  Bahkan yang kami impikan saat ini adalah bagaimana caranya kami bisa berbagi dengan sesama yang membutuhkan.  Yah...semuanya memang butuh proses, tetapi kami akan berusaha mewujudkannya.

Inilah lembaran kisah pernikahanku yang memberiku banyak pelajaran berharga.  Aku yakin setiap orang pasti mempunyai kisah yang berbeda.  Namun yang pasti jangan pernah nodai tali suci pernikahan!!! Sesungguhnya inilah kisah bahagiaku sepanjang perjalanan hidupku, seperti yang kuceritakan disini.

Sebagaimana dalam firman Allah :

“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”
(QS. Adz Dzariyaat (51) : 49)


Pernikahan adalah  tempat berlabuhnya rasa cinta dua insan 
yang harus dijaga agar tetap bahagia.....
Maka......jagalah selalu rasa cinta ini, dan jangan biarkan mahligai yang indah 
suatu hari nanti diracuni oleh ketidakjujuran.
Semoga....pernikahan ini senantiasa menjadikan keluarga kami bahagia 
dan penuh berkah.......
AMIEN




Posting Komentar

25 Komentar

  1. Haha....lucu pas dikira angus haha... so sweet mbak yuni...hiks aku kapan ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha....aku aja gak nyangka kalau itu angus mbak susan.....ayo cepetan, tak doakan semoga ketemu jodohnya dengan cepat ya.....

      Hapus
  2. Seru Mbak bacanya...
    Anaknya Mbak Yuni cakep :D
    Semoga menang yaw Mbak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe......terima kasih mbak
      itu anakku waktu belum sekolah, sekarang gendut hehehe
      terima kasih sekali lagi ya mbak

      Hapus
  3. Semua butuh proses, setuju sekali mbak. Semoga segala niat baik bisa terwujud.
    Sukss untuk GAnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya mbak Niken...betul sekali.....amin terima kasih supportnya dan doanya.....

      Hapus
  4. Wah Kebayang suka duka nya tgl di perantauan bersama suami yg blm dikenal hrs jauh dr org tua... Pilihan Allah mendatangkan buah hati stlh 1.5thn pasti ada hikmahnya ya mbak..
    Semoga langgeng n bahagia Trs :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya itulah mbak suka dukanya jadi istri serdadu, ngikut kemana aja pergi, tapi memang rencana Allah memang indah pada waktunya.....
      Terima kasih ya mbak........

      Hapus
  5. wah salut mbak dengan perjuangan di awal2 pernikahan :) semoga keluarga selalu sehat, dan penuh berkah. semoga menang :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe......setiap pasangan pasti mempunyai kisah indah dalam pernikahannya, dan kisah itu adalah sebuah memori yang tak mungkin terlupakan, mungkin orang lain akan menilai kisah saya seru namun saya yakin kisah orang lain pasti lebih seru.........
      Terima kasih banyak ya mbak Rita

      Hapus
  6. Subhanallah... indah sekali kisahmu, Mbak Yuni. Semoga langgeng..aamiin..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe jadi malu nih mbak Ira, terima kasih mbak doanya....amin yra

      Hapus
  7. Terima kasih utk partisipasinya mb Yuni. Semoga makin berkah dalam menjalani biduk rumah tangga yang diawali dari perjodohan ini. Kudoakan bahagia selalu bersama keluarga tercinta ya mba :)

    BalasHapus
  8. pernjodohan tidak mejjamin tidak akan bahagia ..asti bhagia ..karna allah tw apa yg terbaik bagi umat ya...semoga allah juga memberikan jodoh yg terbaik bgi akk juga baik lewat perjodohan ataw lewat kita sendiri...semangat mh yuni..

    BalasHapus
  9. Mengharukan sekali mba kisahnya.. Semangat untuk jadi lebih baik. ^^

    BalasHapus
  10. Sangat inspiratif sekali mba.. semoga perjalananku juga seperti ini. :D

    BalasHapus
  11. Keren banget kisahnya :) semoga aja bisa jadi pasangan yang bahagia seumur hidup dan akhirnya juga :)

    BalasHapus
  12. Membaca kisah romantis membuat hati ini tersentuh.

    BalasHapus
  13. Deg-deg an pas pertama bacanya, romantis dan penuh perjuangan mbak :D

    BalasHapus
  14. romantis dan menginspirasi bu, semoga juga bisa ngikuti jejak ibu ini :)

    BalasHapus
  15. Mengharukan sekali mba kisahnya.. Semangat untuk jadi lebih baik. ^^

    BalasHapus
  16. Keren banget ceritanya, semoga tetap langgeng

    BalasHapus
  17. panjang bu ceritanya dan sangat menarik untuk di baca. Mudah-mudahan ibu dan suami tetap langgeng ya bu

    BalasHapus

Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...