Melintas Batas 2 Negara: RI - PNG, Sebuah Perjalanan Yang Tak Terlupakan

Kenangan ini sudah lama terjadi. Hanya menyisakan rangkaian foto yang diam tak bergeming. Melalui GA yang diadakan mbak Indah Nuria Savitri, ingin rasanya aku menggambarkan deretan foto ini menjadi sebuah tulisan yang mungkin akan memberikan gambaran bagi mereka-mereka yang ingin tahu lebih banyak tentang perbatasan RI - Papua New Guinea (PNG).

Delapan tahun mengikuti suami bertugas di Papua, tak lengkap rasanya bila tidak mengunjungi tempat yang satu ini. Ya....perbatasan RI - PNG ternyata menyimpan sebuah eksotik tentang keindahan alam senyatanya. Walau sebenarnya tak mudah untuk datang kesana. Perlu sebuah prosedur, kelengkapan diri, perijinan dan situasi keamanan. Bila sedang terjadi pertikaian antar suku, maka wilayah perbatasan itu akan ditutup. Namun aku tetap bersyukur, menjadi keluarga besar TNI membuat aku dan rekan-rekanku mendapatkan kemudahan untuk berkunjung kesana.




Perbatasan RI - PNG adalah sebuah batas yang memisahkan Indonesia dan Papua New Guinea. Namun demikian tempat ini menjadi tempat yang unik untuk berwisata karena keindahan panorama alamnya. Letaknya bila dari Indonesia berada di desa Skouw, Distrik Muara Tami, Jayapura. Sementara, bila dari PNG terletak di Dusun Wutun, Propinsi Sandaun, Papua New Guinea.

Untuk sampai di daerah ini, diperlukan waktu kurang lebih 1,5 jam. Dan harus melewati beberapa perkampungan yang mempunyai ciri khas tersendiri. Dari Abepura, Waena, melewati Tanah Hitam atau yang lebih dikenal dengan Kampung Yotefa, yaitu perkampungan yang didominasi oleh masyarakat Ujung Pandang. Setelah itu melewati Kampung Nafri. Banyak orang menganggap kampung ini sebagai "daerah merah" karena mayoritas penduduknya mendukung OPM (Organisasi Papua Merdeka).

Lantas kami pun harus melewati perkampungan Enrekang yang penduduknya sebagian besar hidup bercocok tanam. Perkampungan ini lebih dikenal dengan Koya Koso. Setelah itu baru memasuki perkampungan suku Wamena yang ditandai dengan rumah honei di kiri kanan jalan. Jalan selanjutnya yang harus dilewati adalah Abe Pantai, yaitu sebuah perkampungan yang didominasi oleh masyarakat asal Buton/Sulawesi. Untuk selanjutnya kami memasuki Koya Barat, sebuah perkampungan yang mayoritas penduduknya berasal dari Jawa. Ada pemandangan yang menarik disini. Banyak penjual jagung rebus, kacang rebus dan makanan ringan lainnya yang berada di tepi kiri dan kanan jalan.

Setelah melewati Koya Barat, sampailah di Koya Timur. Disini terdapat kolam pemancingan yang menjadi tempat persinggahan para wisatawan untuk sekedar memancing atau mencari lalapan ikan, menu khas Jawa yang spesial.
Kolam Pemancingan Koya Timur







Menu sederhana tapi spesial: lalapan ikan mujair
Santai sejenak habis makan
Bahkan, sebelum sampai di perbatasan, kitapun masih bisa mengunjungi pantai HolteCamp yang masih alami, yang jaraknya tidak jauh dari Koya. Dan bila ingin langsung menuju perbatasan, setelah melewati arah pantai HolteCamp, maka kita akan sampai di pertigaan. Dan dari pertigaan itu kurang lebih jaraknya 30 km untuk sampai perbatasan. Di tempat itu pula ada rambu atau penunjuk arah yang menunjukkan jalan menuju PNG.

Jalanan menuju perbatasan RI - PNG sangat mulus. Meski berkelok-kelok namun aspalnya sangat bagus, hingga memudahkan kita sampai ditempat tujuan dengan cepat. Sayang, tak ada kendaraan khusus untuk menuju perbatasan. Bila kita ingin kesana harus menggunakan mobil pribadi, ojek atau mobil rental. Namun demikian pemandangan disekeliling jalan itu yang membuat suasana menjadi dingin. Kiri kanan jalan ditumbuhi hutan yang membuat kita tak merasakan hawa panas.

Panorama yang indah

Setelah melewati hutan yang lumayan panjang, maka sampailah kita sebuah jalan yang di samping kiri kanannya terdapat bendera merah putih. Jalan itu menunjukkan bahwa kita telah mendekati pos penjagaan TNI yang letaknya disebelah kiri. Untuk wisatawan umum diharuskan meninggalkan KTP disitu. Sementara kami yang datang menggunakan truk TNI, setelah melapor kepada petugas postas, akhirnya dua orang dari mereka mengawal kami hingga ke dalam.

Begitu mendekati perbatasan, terdapat pos Kepolisian RI, yang merupakan kantor imigrasi RI. Sampai disitu jalan ditutup dengan portal. Wisatawan wajib lapor disitu. Karena kami mendapat pengawalan dari petugas postas, akhirnya portal itupun dibuka.

Sebuah ketentuan yang berlaku bagi semua wisatawan tanpa terkecuali, jalan yang diijinkan untuk dikunjungi jaraknya hanya kurang lebih 300 meter dari pos itu. Dan perbatasan antara RI - PNG ditandai dengan sebuah pagar berwarna kuning pada kedua wilayah. Namun tanda dari kedua wilayah itu memberikan keunikan tersendiri. Wilayah Indonesia ditandai dengan tugu berbentuk tifa, sedang wilayah PNG ditandai dengan gapura berbentuk totem yang bertuliskan "Welcome To PNG".

Tugu berbentuk tifa dan pagar kuning pembatas

Gapura berbentuk totem
Didepan gapura bisa leluasa berfoto, tempat parkir juga luas

Sementara itu, diantara masing-masing wilayah perbatasan, ada sebuah garis demarkasi sepanjang 30 meter, yaitu garis internasional yang merupakan tempat netral dan memisahkan dua negara. Jadi untuk melalui garis ini tidak diperlukan paspor alias bebas. Disinilah sering digunakan lalu lalang penduduk PNG untuk berbelanja ke Jayapura, bahkan ditempat itu pulalah penduduk PNG yang mempunyai kerabat dari Jayapura sering bertemu. Sedangkan paspor digunakan untuk memasuki pos ke-2 yang letaknya kurang lebih 1 km dari batas itu.

Banyak pemandangan indah yang dapat kita nikmati setelah memasuki pagar pembatas itu. Ada deretan kios milik penduduk PNG yang menjual asesoris, seperti kaos, topi, mug, shal, payung, kain pantai, makanan kaleng dan sebagainya. Dan untuk berbelanja di kios itu, kita dapat menggunakan mata uang Rupiah. Namun demikian kita tidak dapat menawarnya, karena mereka tidak mengerti mata uang Rupiah.

Kios di belakang plang
Harga yang mereka tawarkan selalu bulat, seperti Rp. 25.000,-  , Rp. 50.000,- dan sebagainya. Namun demikian tak banyak perbedaan antara postur tubuh orang PNG dan orang Papua. Yang membedakan mereka adalah bahasanya. Bahasa sehari-hari mereka adalah bahasa Inggris logat Fiji campuran bahasa Indonesia. Sedangkan mata uang yang mereka gunakan adalah Kina. 1 kina setara dengan Rp. 3.000,-

Selain dapat membeli beberapa asesoris di kios-kios itu, kita dapat juga menikmati keindahan pulau Putung dari kejauhan. Namun demikian tak mudah mengambil gambar di tempat itu. Kadang kitapun harus mencuri kesempatan untuk mengabadikan foto pribadi, karena ada penjual jasa foto di tempat itu. Sekali jepret mereka minta imbalan Rp. 50.000,- dan tidak bisa ditawar.


Futung dari kejauhan
Menara yang berdiri megah

mobil PNG
Yah....inilah sebuah perjalanan yang tak mungkin terlupakan dalam hidupku. Kelak bila memungkinkan aku ingin kembali kesana dengan membawa kenangan di episode lain. Semoga.....



Posting Komentar

9 Komentar

  1. kenangan perjalanan yang tidak bisa dilupakan ya

    BalasHapus
  2. Asyik sekali membaca Travel Reportnya tentang perjalanan melintasi batas 2 negara Hmmmm. Sajian foto fotonya yang indah memperkuat alur ceritanya menjadi hidup dan seolah olah pembaca turut hadir di sana. Well Done

    BalasHapus
  3. perjalanan ke perbatasan memang selalu berkesan mbaaa...beda negara, tapi banyak kesamaan...yang pasti keunikan budaya jadi nilai plus yang bisa kita nikmati yaaa...plus pemandangan alam yang masih relatif 'perawan' dan cantiiik...sudah saya catat ya ..
    Serunya ber-itchy feet :D dan terima kasih sudah ikut dalam GA-ku :)...
    Have a great day...

    BalasHapus
  4. Seru nya... Daerah perbatasan semua indah tp syang terbengkalai ya mbak, cb di dandanin pasti byk traveler yg dtg, jd pengen nih ke PNG :)

    BalasHapus
  5. pemandangannya indah dan kulinernya sepertinya enak

    BalasHapus
  6. kereen mak :) seru sekali ya...thn berapa ksna?

    BalasHapus
  7. Bumi Papua memang indah dan kaya, beruntung dikau mak bisa kesana karena tugas suami. kalo traveler kayak aku pasti butuh buanyaaak dana :D

    BalasHapus
  8. sangat menarik traveling ke papua-png ya saya sepertinya mau pengen kesana ya tapi alamnya papua itu ganas yang bisa membawa maut dan alamnya papua juga di sebut amazonnya indonesia jadi ngeri banget sama alam papua he..he..

    BalasHapus
  9. lalapan ikan mujair nya itu mbak, kayaknya menggugah selera ... bagi donk ....:)

    BalasHapus

Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...