BUKAN EMAK BIASA

BUKAN EMAK BIASA
(Karya: PakDe Cholik dalam bukunya PUISI ENAM TIGA)

Engkau bukan hanya sekedar wanita
Yang hanya melahirkan aku
Lebih dari itu
Hidupmu seluruhnya untukku
Di balik keringkihan tubuh kurus
Ada semangatmu
Ada ketegaran
Ada pengorbanan
Ada cinta kasih sayang
Ada penjagaan dan perlindungan
Ada pembelaan
Lebih dari itu
Ada doa keselamatan
Ada doa kesehatan dan kesejahteraan
Juga doa untuk kebahagiaan

Nasihat
Teguran
Asih, asuh, asah
Bimbingan
Terbungkus rapi dalam lembaran cinta
Tak pernah bisa terbalas
Kecuali sorga
Untuk wanita bukan emak biasa



Dear sobat blogger...............
Membaca rangkaian kalimat dalam puisi itu membuatku meneteskan air mata.  Aku ingat sosok wanita yang kupanggil ibu.  Bagiku, ibu adalah wanita yang hebat dan luar biasa.  Ibu bukan hanya berjuang demi anak-anaknya, lebih dari itu, ibu selalu mengupayakan kebahagiaan saudara-saudaranya.

Ibu adalah anak ketiga dari lima bersaudara.  Sejak kelas tiga SD ayahnya meninggal karena sakit di Sumatera.  Dan sejak saat itu pula nenek memboyong kelima anaknya kembali ke Jawa, dengan harapan bisa berkumpul dengan keluarga besarnya.

Bersyukurlah adik almarhum kakek bersedia menampung mereka dan sanggup membiayai sekolahnya.  Karena suami adik almarhum kakek adalah seorang polisi yang disiplin, kedua kakak ibu dan kedua adiknya tidak betah tinggal di rumahnya.

Akhirnya hanya ibulah yang bersedia tinggal di rumah adik almarhum kakek, sementara keempat saudara ibu ikut nenek pulang ke desa.  Semua itu ibu lakukan agar keempat saudara ibu bisa melanjutkan sekolah meski di desa.

Bertahun-tahun ibu mengabdikan dirinya pada keluarga adik almarhum kakek.  Di sela-sela jadwal sekolahnya itulah ibu bekerja menjadi pembantu di rumah itu.  Meski mereka tak pernah menganggap ibu sebagai pembantu, namun ibu merasa hanya itulah yang bisa ibu lakukan untuk membalas budi baik mereka.

Tak terasa, waktu pun cepat berlalu.  Ibupun lulus dari bangku SMEA.  Demikian juga dengan keempat saudara ibu.  Dalam hal pendidikan, mereka juga mendapat perhatian yang sama seperti ibu.  Dan tekad ibu sudah bulat, selamanya ibu akan mengabdikan dirinya pada keluarga adik almarhum kakek.  Berkat ketelatenan ibu, akhirnya mereka sayang pada ibu.

Suatu hari, adik almarhum kakek sakit keras, sampai akhirnya meninggal dunia.  Sementara anak mereka hanya seorang laki-laki dan sudah berumah tangga.  Tinggallah suami dari adik almarhum kakek yang akan mendekati masa pensiunnya.  Ada sedikit rasa gusar di benak ibu.  Bahkan rasa tidak enak itu sering menghampiri ibu.  Bayangkan, seorang gadis harus tinggal serumah dengan seorang duda, apa kata tetangga nantinya?

Bingung!!! Itulah yang selalu terbersit di benak ibu.  Suatu hari ketika ibu memberanikan dirinya ingin berpamitan meninggalkan lelaki yang dipanggilnya paman, dengan nada mencegah sang paman pun berucap,
"Kalau kamu pergi, siapa yang akan menemani hari tuaku?  Sementara hanya kamu yang saat ini bisa kupercaya.  Bahkan anak kandungku sendiri pun seolah sudah menjauh, tak mempedulikanku lagi."

"Aku mohon tetaplah tinggal disini, temani aku.  Atau kalau kau masih ragu, bagaimana kalau kita menikah?  Agar tetangga tidak curiga!"

Kata-kata itu sungguh membuat ibu terperanga.  Bayangkan, seorang gadis yang masih berusia duapuluh tahun lebih harus menikah dengan lelaki yang seharusnya dipanggil bapak.  Mungkinkah? Tiba-tiba kepala ibu seketika merasa pusing.  Namun ibu sadar, wajar memang seorang lelaki yang dulunya sangat diperhatikan istrinya tiba-tiba merasa kesepian manakala istrinya meninggal duluan.  Di sisi lain, andai ibu menerima tawaran itu, berarti itulah balasan yang seharusnya diberikan kepada seorang lelaki sebaik paman.

Tetapi tidak menurut nenek.  Ketika ibu menyampaikan maksudnya ingin menerima tawaran paman, perlahan nenek menolaknya.  Nenek takut kalau ibu dituduh hanya menginginkan hartanya saja atau bahkan nenek khawatir bagaimana seandainya paman meninggal, pasti ibu akan menjadi janda muda.

Namun tekad ibu agaknya kuat.  Ibu menerima tawaran paman untuk menjadi istrinya.  Semua itu dilakukannya sebagai bentuk balas budinya.  Bukankah ibu sudah berjanji akan selamanya mengabdi pada keluarga itu?  Akhirnya nenekpun merestui hubungan ibu dan paman. Dan dari pernikahan itu lahirlah aku dan adikku.

Kami hidup bahagia, ayah dan ibu selalu memperhatikan perkembangan kami.  Tak satupun keinginan kami yang tak dituruti, apapun yang kami minta selalu dibelikan.  Mereka sayang kami.  Namun, aku merasa kebahagiaan itu terlalu singkat.  Ayah meninggal saat aku baru masuk kelas 1 SMA dan adikku kelas 1 SMP.

Sejak saat itu otomatis kehidupan kami berubah.  Ibu harus berjuang seorang diri demi menghidupi kami.  Bahkan ibu selalu memberi semangat kepada kami agar selalu rajin belajar.  Kami tak boleh putus sekolah hanya karena sebuah keadaan.  Ibu bilang selalu ada jalan kalau kita mau berusaha.

Akhirnya ibu mulai membuka usaha, mulai dari menyekat ruangan di rumah kami menjadi kamar-kamar untuk anak kost.  Dan alhamdulillah ada sepuluh anak yang kost di rumah kami.  Sementara ruang tamu dikontrakkan untuk kantor sebuah distributor kunyit putih.  Di samping itu ibu juga usaha jualan minyak tanah, beras, rokok dan sembako lainnya.  Tak ketinggalan ibu juga usaha jual beli sepeda.  Semua itu ibu lakukan demi kami anak-anaknya.

Alhamdulillah aku dan adikku bisa meraih gelar sarjana, itu semua berkat keuletan ibu.  Ibu memang seorang wanita yang tangguh, walau kadang badai kerap kali mengguncang kehidupan kami, namun ibu tetap berdiri kokoh, sekokoh bebatuan di laut sana.

Memang benar, cibiran itu kadang datang tanpa di duga.  Lagi-lagi ibu bisa mengelaknya.  Dan saat ini ibu memang telah membuktikan. Ibu sangat menyayangi almarhum ayah.  Hal itu ibu buktikan dengan menjanda sampai sekarang.  Bahkan beberapa kali lelaki datang kepada ibu, ibu selalu menolaknya.  Ibu bilang tidak ada lelaki yang bisa menggantikan posisi almarhum ayah, sampai kapanpun.

Yah...itulah ibu, puisi PakDe Cholik menggelitik kesadaranku untuk menyebut ibu....."Bukan Emak Biasa".  Terima kasih PakDe atas puisinya yang sangat inspiratif





Posting Komentar

6 Komentar

  1. Ibu memang seseorang yang tangguh yah Mbak :)

    BalasHapus
  2. Waah... sungguh mulia ibunya mba...

    BalasHapus
  3. Hebat, ibu memang hebat da berhati mulia
    Pengorbanan, kesetiaan, pekerja keras, tanggung jawab.
    Semoga ibunda selalu sehat. Amin

    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus

Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...