CERITAKU TENTANG FAWWAAZ

Bagiku hari Minggu adalah hari yang cukup melelahkan.  Dari pagi hingga siang aku terus berkutat diantara tumpukan setrikaan yang menggunung, belum lagi baju-baju kotor yang meminta bagiannya untuk segera di cuci.  Sepatu-sepatu yang terlihat dekil agaknya juga memprotesku untuk segera membersihkannya.  Bahkan tanpa kuduga, AC butut di kamarku juga minta sentuhan tukang AC untuk membersihkannya.  Lengkap sudah pekerjaanku sebagai ibu rumah tangga hari ini.

Saat siang menjelang, melihat kasur empuk terhampar di depanku, tiba-tiba keinginanku untuk segera merebahkan badanku kian kuat.  Tanpa pikir panjang segera kulempar tubuhku di atas kasur itu untuk memanjakan tubuhku walau sejenak.

Lama aku berdiam di atas pembaringan, namun tak juga mataku bisa terpejam.  Aku mereka-reka apa gerangan yang menyebabkanku begini?  Lantas ingatanku tertuju pada Fawwaaz, anak semata wayangku.  Dari pagi dia pamit main ke rumah temannya.  Sampai menjelang siang belum juga nongol batang hidungnya.  Huft.  Berbagai rasa muncul di benakku.



Kebiasaan Fawwaaz memang suka lupa waktu bila bermain.  Inilah yang kadang membuatku jengkel dan jarang mengijinkannya main keluar.  Bukan maksudku untuk terlalu membatasinya mengenal dunia luar.  Tak lebih ada perasaan kurang enak bila melihat anak sendiri bermain terlalu lama ke rumah temannya.  Mungkin tidak etislah, atau bahkan mengganggu waktu istirahatnya.

Akhirnya kutinggalkan kasur empukku yang sebenarnya juga minta perhatianku.  Pikiranku tertuju pada Fawwaaz.  Aku akan mencarinya kemanapun dia bermain.  Seharian bermain, lupa makan, lupa tidur siang bahkan lupa pulang rumah, bagiku sebuah kebiasaan anak yang harus dirubah.

Segera kujalankan motor maticku.  Kususuri jalanan di belakang rumah.  Sampai akhirnya pandanganku tertuju pada segerombolan anak yang memunguti sampah di depan masjid sambil mendorong gerobak sampah.  Satu persatu kuamati anak-anak itu.  Aku melihat seorang berbaju biru.  Ya....benar itu Fawwaaz.  Lekas kupanggil dia, kutanyai panjang lebar.  Ternyata sedari tadi ia bersama teman-temannya membantu ibu-ibu majelis taklim.  Kebetulan ada perayaan Isra' Mi'raj di masjid yang dimeriahkan dengan lomba-lomba tingkat sekolah.  Pantas saja masjid itu penuh sekali dengan anak-anak dan guru-gurunya.

Duh.....melihat Fawwaaz yang melakukan pekerjaan mulia itu akhirnya kuurungkan niatku untuk memarahinya.  Bahkan aku merasa iba padanya melihat keringatnya yang bercucuran.  Namun semangatnya tak pernah surut, dicegahpun juga tidak bisa.  Lastas kubiarkan dia mendorong gerobak sampah yang penuh dengan sampah itu walau sebenarnya ada rasa tidak tega dalam hati.

Itulah Fawwaaz, semangatnya selalu menggebu bila berhubungan dengan masjid dan ibadah.  Kadang aku mengkhawatirkannya, karena umurnya yang belum genap 8 tahun, masih belum punya tanggung jawab.

Di hari Jum'at akupun tidak bisa mencegahnya untuk tidak ke masjid.  Dia selalu ingat, ketika Jum'at tiba saatnya umat muslim menunaikan sholat Jum'at.  Meski waktu yang mepet atau tidak ada teman ke masjid, Fawwaaz tetap rajin ke masjid untuk menunaikan sholat Jum'at.

Bukan itu saja, kemaren saat tanggal merah, saat dirayakannya Isra' Mi'raj dengan jalan santai di pagi hari dan kegiatan perlombaan di saing harinya.  Seperti biasa Fawwaaz selalu mengingat moment itu.  Pagi-pagi ia sudah bangun, mandi lantas segera pergi ke masjid untuk mengikuti jalan santai.  Meski aku dan suami tidak bisa menemaninya karena suatu hal, namun tak membuat nyalinya ciut untuk mengurungkan niatnya.  Ia tetap semangat mengikuti jalan santai.

Yang membuatku terheran, dengan beraninya ia mengikuti lomba adzan.  Padahal yang kutahu sekalipun dia belum pernah adzan di masjid.  Yah....mungkin ini sebuah pembelajaran baginya untuk bisa tampil berani di depan umum.  Dia ikuti semua rangkaian kegiatan di masjid hingga acara selesai.  Sungguh aku tak pernah menduga tentang Fawwaaz.

Satu hal yang membuatku kagum, ia seorang anak yang disiplin.  Tak pernah sekalipun ia malas pergi ke sekolah atau bahkan mengaji ke masjid.  Sedikit saja terlambat ia akan marah dan menangis.  Maklum anak seusia Fawwaaz masih terlihat manja apalagi ia anak semata wayang.  Sekali aku lupa membangunkannya di saat ia harus mengaji ke masjid, maka ia akan marah besar.

Inilah ceritaku tentang Fawwaaz....bagaimanapun aku akan selalu bangga kepada Fawwaaz.  Ternyata ada hikmah dibalik Sikap-sikapnya yang kadang membuatku jengkel.  Ia tak lebih seorang anak yang ingin terus eksis di dunianya, yaitu dunia anak-anak yang sarat dengan bermain dan bermain.  Sementara aku, tak boleh untuk mencegahnya atau membatasinya.


Posting Komentar

0 Komentar