JUARA 1 LOMBA KARYA TULIS : PEMANFAATAN PENGHASILAN MINIM MENUJU KELUARGA SEHAT SEJAHTERA

Ini sebuah prestasi menurutku.  Pertama kali bergabung menjadi anggota Persit (Persatuan Istri Tentara) aku disodori sebuah tantangan untuk mengikuti Lomba Karya Tulis dalam rangka Ulang Tahun Persit.  Tak mau ketinggalan dengan kesempatan emas itu, akhirnya kubuatkan sebuah karya tulis.  Dengan menggali sumber dari beberapa literatur dan hasil wawancara dengan ibu-ibu anggota yang ada di asrama, jadilah sebuah karya tulis yang siap kutandingkan dengan ibu-ibu Persit se-Indonesia.

Sayang, sebagai anggota baru aku belum mempunyai KTA (Kartu Tanda Anggota) Persit, dan untuk menguruspun dibutuhkan waktu yang lama.  Akhirnya atas inisiatif pimpinan, aku meminjam KTA temanku.  Berbekal KTA temanku itu, naskah itu dikirimkan ke Persit Pusat untuk diikutkan lomba.



Alhasil, naskah yang kususun mendapat juara 1 se-Indonesia.  Senang rasanya atas pencapaian itu, artinya meski aku tinggal di Papua namun kemampuanku untuk menciptakan sebuah karya tulis tidak kalah dengan lainnya.

Inilah hasil karyaku yang sekian lama bersembunyi di netbook mungilku, sebuah karya tulis dalam rangka Hari Ulang Tahun Persit, dan tulisanku berhasil meraih juara 1 se-Indonesia dan dimuat di majalah Kartika Kencana.




PEMANFAATAN PENGHASILAN MINIM MENUJU KELUARGA 


 SEHAT SEJAHTERA

 

sumber: keluarga-sakinah.gif (taufiq79.wordpress)
Pola hidup yang konsumtif dewasa ini kian merambah kehidupan masyarakat yang semakin modern. Indonesia dapat dikatakan sebuah negara yang sedang berkembang dimana masyarakatnya sudah menerapkan pola hidup yang demikian. Mayoritas kebutuhan keluarga lebih diprioritaskan pada kebutuhan yang seharusnya diabaikan terlebih dahulu. Tak ayal beberapa keluarga menghabiskan penghasilannya hanya untuk membiayai tujuan-tujuan jangka pendek, seperti berbelanja untuk kebutuhan pribadi, ataupun pergi ke mal dan pusat perbelanjaan, yang tujuannya hanya untuk bersenang-senang dan menurutkan hawa nafsu. 

Patut disadari bahwa setiap keluarga juga memiliki tujuan-tujuan jangka panjang yang mungkin jauh lebih penting dari kebutuhan-kebutuhan di atas, mempersiapkan dana pendidikan anak atau mempersiapkan masa pensiun, misalnya, jelas merupakan kebutuhan keluarga yang mendasar daripada kebutuhan yang sedekar hanya untuk memuaskan keinginan belaka.
 

Tak dapat dipungkiri, kita sebagai istri prajurit sangat menyadari bahwa penghasilan suami sebagai prajurit TNI tergolong minim, sehingga uang sering menjadi sumber pemicu terjadinya pertengkaran pasangan suami-istri. Dalam artian, setiap keluarga prajurit dimanapun mereka berada dan bagaimanapun status sosialnya, selalu rawan terhadap perselisihan gara-gara uang. Hal ini dapat juga diakibatkan karena adanya perbedaan kebiasaan masing-masing individu dalam membelanjakan uangnya. Kebiasaan ini seolah menjadi karakter bawaan yang sudah baku dan tidak dapat diubah dalam waktu sekejap.
 

Disamping itu, kegoyahan keluarga juga seringkali terjadi gara-gara uang. Hal inilah yang menjadi penyebab timbulnya keretakan hubungan dalam rumah tangga. Perselisihan keluarga bisa saja terjadi karena kurangnya jumlah dana yang diterimanya, seperti banyak dialami oleh kalangan keluarga yang berada pada tingkat ekonomi menengah ke bawah. Namun tidak menutup kemungkinan perselisihan keluarga disebabkan oleh kurang adanya keterbukaan diantara keduanya (pasangan suami-istri).
 

Untuk itu beberapa hal yang perlu dicermati oleh pasangan suami-istri dalam mengelola keuangan keluarga, antara lain : bagaimana mengelola keuangan keluarga dengan baik dan benar, bagaimana seni mengelola keuangan keluarga dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana menyusun anggaran keluarga yang baik untuk mengoptimalkan pemanfaatan keuangan keluarga dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang perlu dihindari dalam mengelolanya, serta hal terpenting yang perlu dicermati pula adalah bagaimana memanfaatkan pendapatan yang minim sehingga dapat menciptakan keluarga yang sehat dan sejahtera.
 

Kita tidak dapat memberikan ukuran atau patokan untuk menentukan penghasilan yang bagaimana yang cukup untuk menghidupi keluarga sehari-hari. Berapapun penghasilan yang diterima oleh tiap-tiap keluarga dalam hal ini keluarga prajurit, kadang dianggap cukup kadang juga dirasa kurang, hal ini relatif, tergantung dari masing-masing keluarga. Kunci utamanya adalah “syukur”. Dengan mengucap syukur, berapapun penghasilan yang kita terima, niscaya tidak akan merasa kekurangan bahkan kita berusaha mengelolanya sebaik mungkin.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah keterbukaan diantara pasangan suami-istri, baik itu terbuka dalam hal jumlah dana yang tersedia, jenis keperluan maupun cara memenuhinya. 


Dengan keterbukaan ini, dapat pula menepis anggapan bahwa kesejahteraan keluarga lebih ditentukan oleh materi. Bahkan dengan keterbukaan akan mempertemukan pasangan suami istri pada satu sikap yang saling mempercayai dan menghargai. Dalam artian istri akan menghargai suami dalam berbagai hal, baik itu dalam menerima besar-kecilnya penghasilan, maupun menghargai usaha dan kerja keras suami. Sisi lain, masing-masing harus bersikap terbuka, percaya dan menghargai dalam membelanjakan uang keluarga untuk kepentingan individu. Sebagai contoh, istri ingin membeli peralatan rias (kosmetik), tidak bisa dipungkiri bahwa wanita selalu ingin tampil cantik apalagi didepan suaminya, demikian juga sang suami yang mempunyai hobi olah raga berkeinginan untuk membeli peralatan olah-raga.
 

Sikap saling menghargai dan mempercayai harus ditanamkan sedini mungkin di lingkungan keluarga prajurit TNI, baik itu pada suami-istri maupun pada masing-masing anggota keluarga, sesuai dengan umur dan tingkat kedewasaannya. Bila anak telah menginjak dewasa, sepantasnyalah diperkenalkan bagaimana susahnya mencari uang dan bagaimana pula membelanjakannya. Di lain sisi, anak harus diberi kesempatan dan tanggung jawab untuk mengatur uang. Dengan demikian, bila suatu ketika keluarga dililit oleh berbagai masalah keuangan, seluruh anggota dapat berperan serta didalamnya, saling mengerti yang akhirnya dapat sama-sama membantu mengatasinya.
 

Terkadang dalam lingkungan keluarga prajurit kita temukan suatu keadaan dimana pasangan suami istri sama-sama bekerja, otomatis sumber penghasilan diperoleh dari keduanya. Hal ini memerlukan strategi khusus untuk mengelolanya. Oleh karenanya diperlukan kesepakatan antara keduanya, misalnya dengan membagi tanggung jawab. Ada saatnya kebutuhan itu ditanggung istri, ada pula saatnya kebutuhan tersebut ditanggung suami, atau bahkan ditanggung bersama. Bila istri harus membayar telpon, maka suami wajib membayar listrik atau lainnya, sedang untuk biaya keperluan anak-anak bisa ditanggung bersama.
 

Pada intinya kesejahteraan keluarga dapat tercapai bila pasangan dapat mengelola kekuangannya dengan baik. Keinginan yang dirasa tidak perlu sebaiknya diabaikan. Penuhilah kebutuhan primer terlebih dahulu, seperti uang sekolah anak, kebutuhan makan sehari-hari dan kebutuhan-kebutuhan lain yang dirasa perlu untuk segera direalisasikan. Setelah itu barulah kita memenuhi kebutuhan sekundernya, bila memungkinkan. Dengan syarat harus mempertimbangkan besar-kecilnya penghasilan yang diterima atau cukup tidaknya uang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Disinilah peran kita sebagai istri prajurit sekaligus sebagai ibu rumah tangga dituntut untuk dapat mengatur pendapatan suami agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan keluarga, sehingga terciptalah keluarga yang sehat dan sejahtera.

Kita tidak boleh hanya karena menurutkan hawa nafsu harus mengorbankan sisi lain, seperti pepatah “gali lobang tutup lobang”. Dengan kata lain berusaha memenuhi semua kebutuhan keluarga tanpa mengukur jumlah penghasilan yang diterima suami, jalan yang ditempuh adalah mencari pinjaman kesana-kemari. Inilah yang akan memberikan dampak negatif bagi kesejahteraan hidup keluarga itu sendiri.
 

Untuk menentukan prioritas kebutuhan memanglah tidak gampang. Tak ayal sebuah keluarga yang telah menyusun prioritas kebutuhannya dapat meleset karena kurang cermat dalam mengelola pendapatan suami. 

Oleh karenanya ada 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan, yaitu : barang (artinya barang tersebut memang benar-benar diperlukan), dana (dalam artian cukup untuk membeli barang tersebut), kualitas dan kuantitas (artinya seberapa besar kualitas maupun kuantitas barang tersebut bagi kelangsungan hidup keluarga ditopang dengan dana yang ada). Dengan memperhatikan 3 (tiga) hal diatas, niscaya keluarga dapat memprioritaskan kebutuhan mana yang sepantasnya didahulukan dan mana yang layak ditinggalkan, otomatis meninggalkan prinsip “gali lobang tutup lobang”.
 

Sebuah pasangan terdiri dari individu-individu yang berbeda, tak ayal kebutuhannyapun berbeda pula. Terkadang masing-masing memiliki kebutuhan yang bukan merupakan bagian prioritas kebutuhan keluarga. Namun demikian hal ini harus kembali pada pribadi masing-masing, jangan sampai tiap-tiap individu mempunyai kebutuhan yang menggebu-gebu dan harus mengesampingkan kebutuhan keluarganya. Setidaknya prinsip ekonomi harus diterapkan disini. 

Intinya, prioritas utama adalah kebutuhan keluarga. Jangan sampai untuk membeli peralatan kosmetik saja harus mengorbankan biaya sekolah anak atau kebutuhan makan sehari-hari, jalan akhirnya adalah mencari pinjaman kesana-kemari. Kebiasaan inilah yang bisa memicu terjadinya keretakan rumah tangga yang dapat mengakibatkan tidak terciptanya keluarga yang sehat dan sejahtera seperti yang kita idam-idamkan selama ini.
 

Adalah suatu hal yang positif bila suatu keluarga telah menanamkan prinsip hemat dan gemar menabung sedini mungkin pada anggota keluarganya. Banyak orang beranggapan bahwa tabungan adalah sisa uang di akhir bulan yang didapat dari penghasilan yang telah dibelanjakan. 

Tak jarang suatu keluarga tidak mempunyai tabungan karena tidak terdapat sisa kelebihan di akhir bulan, sehingga menabung adalah hal terakhir yang akan dilakukan bila semua kebutuhan telah terpenuhi. Dengan kata lain mereka akan membelanjakan uang untuk prioritas kebutuhan keluarganya dulu, baru kemudian sisanya ditabung. Ini bila ada sisa, namun bila penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhannya berarti sudah tidak ada lagi uang untuk ditabung. Kejadian ini sering dialami oleh sebagian besar keluarga.
 

Sesungguhnya yang dikatakan tabungan bukanlah sisa kelebihan di akhir bulan, melainkan tabungan dapat dikatakan kebutuhan sekarang yang akan digunakan belakangan, entah nanti, esok ataupun lusa. Dalam arti kata, kita bisa menyisihkan terlebih dahulu sebagian uang setelah gajian untuk tabungan, sehingga tidak lagi mereka-reka dan terbebani oleh pertanyaan “apakah di akhir bulan bisa terkumpul sekian dana untuk tabungan?”
 

Pepatah mengatakan “sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit”. Dengan memasukkan tabungan dalam prioritas kebutuhan keluarga, kita tidak akan pusing memikirkan dana diakhir bulan. Setiap bulan kita dapat menyisihkan uang untuk tabungan. Lambat laun tanpa kita sadari uang yang terkumpul menjadi banyak, dan ini dapat dijadikan asset keluarga.
 

Mengelola keuangan keluarga terutama dilingkungan keluarga TNI merupakan seni tersendiri. Artinya dengan penghasilan yang minim sebuah keluarga dapat memanfaatkannya sebaik mungkin agar tercipta keluarga yang sehat dan sejahtera. Masing-masing keluarga dapat memenuhi kebutuhannya berdasarkan prioritas sesuai dengan keterbatasan penghasilan yang diterimanya tiap bulan. Jangan sampai “besar pasak daripada tiang”, dalam artian dana yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan lebih besar daripada penghasilan yang diterimanya. Sementara di lain sisi sudah tidak ada lagi dana untuk tabungan dan kebutuhan lain yang sifatnya mendadak. Wah, ini jelas-jelas akan merusak tatanan dan keadaan keuangan keluarga.
 

Pengaturan keuangan yang kurang tepat dalam keluarga dapat menimbulkan keributan. Terkadang kebutuhan saat ini menimbulkan daya tarik tersendiri, sehingga memicu suatu keluarga untuk memenuhinya tanpa mempertimbangkan kebutuhan mendatang. Kunci utamanya adalah hemat dan disiplin. 

Pengelolaan keuangan keluarga akan sukses bila dibarengi dengan sikap hemat dan disiplin. Artinya masing-masing individu akan konsekuen dalam mengelola keuangan keluarganya. Setidaknya dengan penghasilan yang minim, prioritas kebutuhan keluarga benar-benar dipertimbangkan. Terkadang suatu keluarga dapat mengetahui besarnya penghasilan yang diterimanya setiap bulan, tetapi sulit untuk menghitung besarnya pengeluaran tiap bulannya. Apalagi untuk pengeluaran yang kecil jumlahnya, mungkin sudah tidak diingat lagi. Dengan demikian tidak dapat dideteksi lagi seberapa besar pengeluaran tiap bulan.
 

Untuk mengelola anggaran rumah tangga memang tidaklah gampang. Harus diperhitungkan beberapa kebutuhan dari yang terkecil sampai terbesar. Jangan lupa disela-sela itu harus pula dipertimbangkan kebutuhan lain, seperti kebutuhan untuk rekreasi dengan keluarga maupun kebutuhan yang sifatnya mendadak. Perlu diingat, dalam menentukan kebutuhan lain harus proporsional, artinya jangan sampai kebutuhan untuk rekreasi misalnya, terlalu besar atau terlalu kecil, sebaiknya yang wajar-wajar saja, dan jangan pula mengorbankan kebutuhan-kebutuhan lain yang sifatnya lebih penting.
 

Hal lain yang perlu dicermati adalah sasaran dan tujuan yang hendak dicapai dalam keluarga. Sebuah keluarga sudah barang tentu mempunyai misi dan visi kedepan berkenaan dengan pengaturan pendapatan suami, yaitu dengan pendapatan yang minim dapat membangun sebuah keluarga yang sehat dan sejahtera. Bila suatu keluarga tidak mempunyai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai sama saja dengan menyiksa diri, cenderung menyalahkan diri sendiri. Untuk itulah sejak awal sasaran dan tujuan yang hendak dicapai dalam sebuah keluarga harus ditanamkan, guna memutuskan hal-hal yang dirasa kurang perlu, karena prioritas kebutuhan keluarga adalah hal yang utama.
 

Penyusunan anggaran keluarga sangat pelik dan rumit. Dengan keterbatasan penghasilan yang diterima harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Artinya penghasilan yang diterima sebuah keluarga secara kontinyu harus dialokasikan seefisien mungkin guna mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan.
 

Meskipun anggaran rumah tangga telah disusun dengan rapi dan detail, bila pemakainya tidak konsisten, prioritas kebutuhan tidak akan tercapai dengan baik. Oleh karena itu masing-masing keluarga khususnya keluarga TNI harus berpegang teguh pada hal tersebut. Jalan yang terbaik adalah melakukan pencatatan terhadap semua pengeluaran riil, kemudian membandingkan catatan tersebut dengan anggaran rumah tangga yang telah disusun. Dengan dilakukannya pencatatan tersebut, kita dapat mengawasi besarnya pengeluaran, bahkan kita dapat melakukan penghematan, artinya bila pengeluaran riil ternyata melebihi anggaran yang kita buat, sedikit demi sedikit dapat kita tekan. Mungkin dengan cara mengabaikan kebutuhan yang sifatnya tidak mendasar. Dari situ kita dapat mengetahui besarnya dana yang kita keluarkan setiap bulannya, sehingga keuangan keluarga dapat terkontrol dengan baik.
 

Pada intinya untuk memanfaatkan penghasilan minim keluarga, seorang istri hendaknya bersifat hemat dalam mengelola pendapatan suami. Suami yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya ingin agar istrinya dapat mengatur penghasilannya sehingga keperluan diri dan anak-anaknya tercukupi. Sudah barang tentu seorang istri yang baik akan mengendalikan pengeluaran belanja keluarga. Ia tidak akan membeli sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh penghasilan suaminya, sehingga ia tidak perlu gali lobang tutup lobang alias berhutang kesana kemari untuk mencukupi kebutuhannya. Artinya, dengan sikap hemat, masing-masing individu tidak akan tercebur kedalam angan-angan maupun hayalan yang sulit terbendung, sehingga mereka bisa mengendalikan pengeluaran yang sifatnya konsumtif.
 

Seorang istri yang benar akan pandai dan cermat mengendalikan pengeluaran rumah tangganya. Suami tidak akan merasa terbebani dalam mencari nafkah karena tidak dikejar-kejar oleh tuntutan istri yang selalu merasa kekurangan. Suami akan selalu menyerahkan uang belanja kepada istrinya berapapun jumlahnya. Ia benar-benar percaya bahwa istrinya dapat berhemat dalam membelanjakan uangnya, sehingga dapat mencukupkan atau mengatur uang belanja tersebut. Sebaliknya, istri yang boros akan merugikan suami dan anak-anaknya. Ia selalu menuntut suaminya untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga menimbulkan rasa tertekan dalam keluarganya baik suami maupun anak-anaknya.
 

Kebiasaan lain yang sering dilakukan istri dalam memanfaatkan penghasilan suami adalah membuat pos-pos pengeluaran di awal bulan. Penghasilan yang didapat dari suami dipisah-pisah menurut anggaran yang telah disusun kedalam amplop tersendiri, ada amplop untuk biaya sekolah anak, biaya kebutuhan makan sehari-hari, tabungan, dan biaya-biaya lain yang sifatnya wajib dikeluarkan setiap bulan, seperti biaya listrik, air dan telpon. Jangan lupa menyisihkan sebagian uang untuk biaya lain-lain yang bersifat mendadak dan tak terduga. 

Hal ini dilakukan bila suatu saat ada berbagai macam undangan atau kebutuhan lain yang mendadak, kita dapat mengambilnya dari amplop tersebut. Diharapkan dengan pembagian pendapatan kedalam pos-pos pengeluaran dapat lebih mengontrol keadaan keuangan keluarga. Kunci utamanya adalah konsisten pada komitmen. Apa yang telah kita susun dalam anggaran keuangan harus kita patuhi dan jalankan sebaik mungkin.
 

Tak jarang penyusunan anggaran rumah tangga dapat meleset karena semakin tingginya harga-harga kebutuhan. Krisis moneter yang berkepanjangan di negara kita mengakibatkan terjadinya inflasi secara besar-besaran. Hal ini berdampak pada semakin meningkatnya harga-harga kebutuhan. 

Sebagai seorang istri prajurit, dengan pendapatan suami yang minim, hendaknya bisa menyiasati hal ini. Kita akan berpikir seribu kali lipat untuk membeli kebutuhan pokok yang semula bisa kita penuhi. Disinilah manfaat barang substitusi (pengganti). Harga susu dancow yang dulunya murah, kini menjadi mahal. Agar pertumbuhan anak kita tidak terhambat, kita bisa membelikannya susu merek lain, seperti susu bendera, tentunya dengan kandungan gizi yang sama dan harga yang terjangkau. 

Oleh karena itu, kita harus pandai-pandai mencari barang substitusi untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga dengan nilai, kadar dan manfaat yang sama. Kalau sudah demikian berapapun penghasilan yang kita terima dari suami, kita dapat memanfaatkan sebaik-baiknya, keluarga menjadi sehat karena terpenuhi gizinya, hingga terciptalah keluarga yang bahagia dan sejahtera.
 

Pemanfaatan lahan kosong yang berada di sekitar rumah kita dapat pula diterapkan guna menekan pengeluaran. Lahan kosong yang memungkinkan untuk dapat ditanami berbagai jenis tanaman, seperti sayuran, umbi-umbian, cabe, tomat, dan sebagainya dapat segera dimanfaatkan. Hal ini bertujuan untuk membantu memperkecil pos pengeluaran kebutuhan pokok sehari-hari. Kita bisa membuat beraneka makanan yang didapat dari hasil kebun sendiri, sehingga gizi dan kesehatan keluarga terjamin.
 

Sebagaimana kita ketahui bersama, kita hidup di lingkungan keluarga besar TNI yang didalamnya terdapat beraneka ragam perbedaan-perbedaan, baik itu suku, agama maupun latar belakang pendidikan. Tentunya, masing-masing dari kita memiliki ketrampilan khusus yang dapat dikembangkan. Membuat kue misalnya. Tak jarang kita temui ibu-ibu mencari kesibukan dengan menjual kue tiap pagi di lingkungan asrama. Atau bahkan ada seorang ibu yang rela menghabiskan waktunya untuk menerima katering, jahitan, dan lain sebagainya. Hal ini disamping untuk menambah penghasilan suami juga dapat menggali potensi yang ada dalam diri masing-masing.
 

Dengan demikian beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk memanfaatkan penghasilan minim keluarga, antara lain: selalu mengucap syukur seraya membandingkan orang lain yang keadaan ekonominya berada di bawah kita, berapapun penghasilan yang kita terima hendaknya kita tidak selalu merasa kurang bahkan akan berusaha mengelolanya sebaik mungkin; disamping itu kita juga harus mengutamakan prioritas kebutuhan keluarga, sepatutnyalah kita mendahulukan kebutuhan-kebutuhan yang mendasar dan memang benar-benar dibutuhkan dalam keluarga, hilangkan angan-angan atau hayalan yang melambung tentang kebutuhan pribadi kita, anggaplah sebagai suatu ilusi belaka. 

Kita harus tetap berpegang teguh pada tujuan yang ingin kita capai yaitu menciptakan keluarga yang sehat dan sejahtera walaupun dengan penghasilan yang minim. Kalau sudah demikian kita dapat menerapkan sikap hemat dan disiplin, hemat dalam arti kata membelanjakan uang hanya untuk prioritas kebutuhan keluarga yang mendasar yang dilandasi sikap disiplin dan konsisten terhadap sasaran dan tujuan yang ingin dicapai agar terhindar dari kerusakan tatanan keuangan keluarga. 

Selain itu, hal tersulit yang dialami tiap-tiap keluarga adalah berpegang teguh pada anggaran rumah tangga yang telah dibuat, tak jarang banyak keluarga yang meleset dalam pengaturan keuangan gara-gara memburu kebutuhan pribadinya. Disinilah gunanya dilakukan pencatatan. Dengan pencatatan, diharapkan masing-masing keluarga dapat mengawasi dan mengontrol jumlah pengeluaran yang dilakukan setiap bulan, apakah jumlah pengeluaran sudah sesuai dengan anggaran yang dibuat, kurang, atau bahkan melebihi batas maksimum dari anggaran yang telah direncanakan. Dengan demikian dapat diambil suatu keputusan terbaik sesuai dengan keadaan dan kondisi keuangan.
 

Namun jangan lupa, beberapa hal juga harus diperhatikan dalam mengelola keuangan keluarga. Sikap menerima dan menghargai terhadap hasil jerih payah suami sepantasnyalah dianut oleh istri. Dengan sikap tersebut akhirnya menimbulkan rasa percaya diantara keduanya, suami akan menyerahkan semua penghasilannya untuk dikelola istri, sebaliknya istri akan yakin bahwa itulah jumlah dana yang diterimanya tanpa terbebani rasa curiga suami akan menyisihkan sebagian dananya untuk kebutuhan lain diluar sepengetahuan istri. Kalau sudah demikian, akan timbul sikap saling terbuka. Dengan berpedoman pada beberapa hal diatas, sekecil apapun dana yang diterima sebuah keluarga akan dapat dimanfaatkan sebaik mungkin hingga tercapailah suatu keluarga yang sehat dan sejahtera.

Posting Komentar

0 Komentar