Perlukah Mengoleksi Barang di Rumah?


Tantangan BPN 30 Day Challenge 2018 di hari ke-11 ini membuatku memutar otak untuk mencari barang apa saja yang kukoleksi di rumah. Sejujurnya aku tak terlalu memikirkan tentang koleksi barang. Apalagi semenjak menikah, hidupku berpindah-pindah dari satu pulau ke pulau lain. Bahkan, rumah yang kutempati pun bukan rumah pribadi, melainkan rumah dinas dengan ukuran yang terbatas.


Namun, keinginan manusia itu semakin banyak seiring bertambahnya tingkat penghasilan yang diterimanya. Inilah yang mempengaruhi pola konsumtif seseorang. Semakin tinggi penghasilannya, gaya hidupnya juga semakin berubah. Apalagi bila lingkungan pergaulan mempengaruhi seseorang untuk hidup lebih konsumtif. Inilah yang mengakibatkan seseorang lebih mengutamakan keinginan daripada kebutuhan.

Inilah yang pernah kualami ketika hidup di sebuah kompleks. Trend ibu-ibu yang memakai baju begini, sepatu begini atau kebiasaan ibu-ibu yang bepergian ke suatu tempat dengan mengenakan dresscode tertentu, agaknya membuat keinginanku seperti mereka membuncah. Aku tak lagi memikirkan tabungan, masa depan atau kebutuhan di hari tua. Yang kupikirkan adalah penampilan. Bahwa aku juga bisa tampil sekeren ibu-ibu itu. Egois ya kedengarannya. 

Padahal kalau dipikir-pikir aku ini hanyalah ibu rumah tangga yang menggantungkan keuangan keluarga pada kerja keras suami. Sempat pula terjadi gejolak batin antara menuruti hawa nafsu atau mengeremnya.

Akhirnya, belajar dari kehidupan, mendengar cerita-cerita orang dengan keluhannya karena tidak punya cukup tabungan untuk masa depan anaknya, atau melihat kehidupan yang memprihatinkan di hari tua seseorang, akupun mulai merubah cara pandangku tentang barang koleksiku. Lebih baik kita mempersiapkan masa depan anak atau memikirkan hari tua ketimbang mengumpulkan barang koleksi namun masa depan tidak terjamin.

Inilah yang menyadarkanku untuk berinvestasi demi masa depan bahagia. Meski aku sadar keinginanku untuk berinvestasi di umur yang tak lagi muda itu merupakan keputusan yang terlambat. Tapi, ini lebih baik ketimbang terus mengikuti keinginan yang tiada habisnya. Dan akhirnya, akupun mulai membeli rumah meski KPR dan dicicil. Rumah itupun saat ini kukontrakkan karena memang aku dan suami masih hidup berpindah-pindah karena dinas suami.

Dilain itu aku juga investasi pohon sengon yang kini sudah berjalan tiga tahun. Suami pun juga mempunyai usaha ternak kambing di Jawa Barat, yang baru dirintis. Bahkan, ada juga usaha mesin jahit patungan dengan sebuah garmen. Dan semua ini memang bertujuan demi masa depan. Karena berapapun penghasilan seseorang, bila tidak dialokasikan dengan baik, pasti akan habis tak berbekas. Sementara tidak ada jaminan untuk masa depan kita kelak. Bergantung pada gaji pensiunan? Itupun belum menjamin kehidupan yang bahagia.

Coba bayangkan, saat masih dinas aktif, kita menikmati hidup dengan gaji yang lumayan besar. Begitu pensiun, sudah pasti gaji pensiunan akan lebih kecil ketimbang gaji yang diterima saat masih menjadi pegawai aktif. Lalu kehidupan kita yang sudah berjalan, apakah bisa menerima dengan keadaan gaji yang lebih kecil? Inilah pertimbanganku memilih berinvestasi dan mengurangi barang koleksi di rumah.

Mempunyai barang koleksi bukan di rumah pribadi tentu akan menyulitkan saat kita pindah. Inilah yang pernah kualami saat pindah dari Papua ke Jawa. Aku harus memesan kontainer untuk mengangkut barang-barang menuju Jawa. Begitu sampai Jawa, barang-barang itu memenuhi rumah orang tuaku. Dan aku tidak mau kejadian seperti itu terulang kembali.


Namun baiklah, karena tema di hari ke-11 ini adalah barang koleksi yang ada di rumah, aku akan menceritakan barang-barang yang pernah kukoleksi di rumah.

1. Laptop
Huaaa koleksinya laptop? Pasti pada terbelalak kan membaca tulisan laptop. Iya memang aku sempat mengoleksi laptop. Dari netbook yang 10 inchi, lalu laptop 12 inchi. Setelah itu ada pocket Sony Vaio 8 inchi, lalu ada laptop lagi 12 inchi dengan merk yang berbeda. Ada pula ipad, tablet, dan laptop besar 14 inchi. 

Sempat pusing juga dengan koleksi barang segitu banyaknya, karena barang-barang itu kalau lama tidak dipakai bakal rusak. Akupun sudah membuktikannya, beberapa laptopku rusak. Dan kalau sudah rusak pasti tidak bisa dipakai, dijual pun tidak laku. Diservis pun juga butuh biaya lagi. Memang laptop ini adalah barang yang sangat berguna bagiku, untuk nulis di blog, mengerjakan tugas lain atau membantu menyelesaikan tugas sekolah anak, tapi kalau dijadikan barang koleksi terlalu riskan, resiko rusak sangat besar.

2. Handphone
Ternyata di rumah juga banyak handphone dengan berbagai merk. Dari handphone murah sampai mahal harganya. Duh takut dikira pamer...hehehe....tapi memang handphone-handphone ini sempat menjadi barang koleksi di rumah. Ada yang beli sendiri, ada pula yang diperoleh secara gratis, hadiah dari teman. Uhhh...baik banget ya seorang teman yang mau ngasih handphone....

Sama seperti laptop, mengoleksi handphone itu tak ada untungnya. Dijual pun akan menyusut harganya karena barang bekas. Didiamkan terlalu lama juga akan rusak. Harus sering-sering memakainya. Namun rasanya malas juga membawa 3 atau 4 handphone dengan nomor yang berbeda. Lebih baik mempunyai satu handphone dengan 1 nomor, yang memorinya besar untuk menyimpan data dan foto.

3. Pakaian
Nah...ini nih akibat pola konsumtif yang berlebihan. Lebih mengutamakan keinginan daripada kebutuhan. Apalagi bila jalan ke mall, atau melihat koleksi baju berseliweran di media sosial, pasti hasrat untuk membeli baju lebih tinggi. Diundang pada acara pesta, pasti dalam benak kita merasa bingung mau memakai baju apa? Lalu timbul keinginan untuk membeli baju baru. Demikian seterusnya, membuat lemari penuh dengan tumpukan baju. Sudah punya satu lemari, terpaksa beli lemari lagi karena koleksi baju terus bertambah. Duhhh....

4. Tas
Ternyata koleksi tas ku juga banyak. Setiap bepergian, aku memadukan pakaian dengan tas yang kupakai. Kalau memakai tas warna merah, bajunya juga warna merah, demikian seterusnya. Hingga akhirnya koleksi tasku menyesuaikan dengan warna baju yang kumiliki. Kebayang kan bagaimana penuhnya rumahku dengan koleksi tas yang menumpuk?

5. Alas Kaki
Sandal dan sepatu juga menjadi bagian dari koleksi barang yang ada di rumahku. Sama seperti baju dan tas. Sepatu yang kubeli juga kusesuaikan warnanya dengan baju yang kumiliki. Jadi kalau aku pergi memakai baju warna merah, tas merah, sepatu pun harus ada unsur merahnya. Inilah yang membuat rumahku juga penuh dengan rak sepatu yang berisi koleksi sepatuku yang kian menumpuk.

Kalau melihat lima koleksi barang yang ada di rumah, pasti pada geleng-geleng kepala. Apa untungnya mempunyai koleksi sebanyak itu? Barang tak bergerak yang tidak bisa dijadikan investasi. Dijual pun tidak laku. Bahkan, gaji bulanan akan semakin habis gara-gara dibelikan barang koleksi semacam itu.

Dari sinilah akhirnya aku mulai mengurangi barang koleksi, dengan cara memberikannya kepada orang yang membutuhkannya. Menurutku, lebih baik barang-barang itu dimanfaatkan oleh orang yang membutuhkan daripada disimpan di rumah yang akhirnya rusak.

Sampai disini akhirnya aku bertanya dalam diri sendiri, perlukah mengoleksi barang di rumah?

Bagiku, yang hidupnya masih berpindah-pindah, rasanya tak perlu mengoleksi barang di rumah. Lebih baik gaji bulanan yang kita terima kita alokasikan untuk berinvestasi demi masa depan. Karena investasi baik jangka pendek maupun jangka panjang bisa menjadi koleksi yang lebih berharga demi masa depan yang lebih baik. Bagaimana dengan Anda?


Posting Komentar

1 Komentar

  1. Bener banget mbak, pilih investasi yang tepat untuk mengalokasikan dana yang dipunya....

    BalasHapus

Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...