KEBANGGAAN YANG SEDERHANA


credit
Kebanggaan akan melekat dalam diri manusia.  Namun kita tidak boleh menganggap bahwa kebanggaan itu akan berarti sama pada tiap individu.  Justru masing-masing dari kita mempunyai suatu kebanggaan yang tidak dapat dikatakan salah atau benar.  Artinya tiap orang mempunyai definisi tersendiri tentang hakikat bangga.

Saya pernah mendengar seseorang berkata "menjadi ibu rumah tangga kok bangga, apanya yang dibanggakan?".  Yah, boleh jadi seseorang yang berkata demikian karena hanya melihat statusnya saja sebagai "ibu rumah tangga".  Namun, berbeda dengan si empunya status.  Mungkin dengan menjadi ibu rumah tangga, dia mempunyai sesuatu yang bisa dibanggakan, sementara orang yang melihatnya tak tahu hal itu.  Inilah kadang penglihatan kita salah menilai, apa yang kita lihat belum tentu sesuai kenyataan.



Orang cenderung menilai sebuah kebanggaan dengan pencapaian prestasi atau kesuksesan hidup.  Anak yang selalu sukses di sekolahnya, wanita karier yang sukses dalam pekerjaannya atau kehidupan sebuah keluarga yang mapan dengan rumah mewah lengkap dengan mobil dan semua embel-embel kekayaannya, itulah yang mereka anggap sebagai kebanggaan.

Sementara, ibu rumah tangga, penjual nasi pecel atau bahkan pencari barang rongsokan, seolah tak pernah dianggap sebagai sebuah kebanggaan.  Yang ada, mereka diremehkan, dicaci atau disebut sebagai manusia yang merugi.

Suatu hari saya terlibat sebuah percakapan dengan tetangga.  Karena saya orang baru di lingkungan itu, lantas tetangga saya mencerca beberapa pertanyaan, yang salah satunya ia bertanya begini.

"Dulu ibu kuliah di mana?"

Saya langsung jelaskan kalau saya kuliah di Unibraw Fakultas Ilmu Administrasi Jurusan Administrasi Niaga dan mendapat gelar sarjana.

Eee...boro-boro dia langsung diam, ternyata pertanyaannya masih berlanjut.
"Wah rugi dong, sudah kuliah di universitas kebanggaan, ternyata tidak bekerja dan hanya menjadi ibu rumah tangga.  Sayang, uang yang sudah digunakan untuk biaya kuliah, habis dengan sia-sia.  Coba kalau tidak kuliah, uangnya pasti bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain."

"Saya bangga menjadi ibu rumah tangga!".  Agaknya jawaban saya yang singkat membuat tetangga saya geleng-geleng dan diam seketika.

Saya memang mempunyai definisi sendiri tentang arti bangga.  Bangga menurut saya bukan berarti saya bisa kuliah di universitas ternama dengan mendapat Indeks Prestasi Cumlaude atau karena saya mempunyai rumah, mobil atau tanah misalnya.  Bukan itu.  Bangga bagi saya adalah sesuatu yang membuat hidup ini terasa nyaman dan bukan berarti pamer, karena pamer nantinya menjurus pada kesombongan, dan itu tidak bagus.  Seperti firman Allah :



“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)

Bangga berawal dari sebuah impian.  Ketika kita mempunyai mimpi, lantas kita akan berusaha menggapai mimpi itu.  Saat mimpi itu berada dalam genggaman kita, sudah pasti ada rasa bangga menyelinap di hati kita.  Namun bila mimpi itu tak jadi kenyataan, akankah kita terus merenungi nasib yang tak bersahabat ini?  Karena mimpi itu milik semua orang.  Setiap orang boleh bermimpi, dengan demikian ia akan berusaha meraih mimpinya tanpa harus menunggu kesempatan kedua terulang lagi.

Namun demikian kebanggaan lebih mendekati pada kata syukur. Ketika kita mensyukuri nikmat Allah, sekecil apapun itu, niscaya hidup kita terasa damai dan tenteram.  Karena dengan syukur, kita tak akan pernah merasa kekurangan.  Jadi, kaya miskinnya seseorang tidak bisa dijadikan patokan bahwa seseorang itu hidupnya nyaman atau tenteram.  Ada orang kaya yang tidak nyaman dengan kehidupannya, mungkin karena hartanya diperolah dari korupsi atau memberikan pinjaman uang dengan bunga tinggi alias rentenir.

Justru orang yang tinggal di rumah kayu, yang atapnya bocor, hidupnya terasa damai.  Itu karena ia selalu mensyukuri nikmat yang diberikan Allah.  Allah memang Maha Kaya, nikmat Allah amat luas.  dan Allah senantiasa menambah nikmat hamba-Nya yang pandai bersyukur.

Sementara saya, boleh jadi impian kecil saya untuk menjadi wanita karier tak menjadi kenyataan.  Namun, menjadi ibu rumah tangga dan mempunyai keluarga yang bahagia memberikan kebanggaan tersendiri bagi saya. Meski itu hanyalah kebanggaan yang sederhana, bahkan tak mendapat pengakuan dari orang lain. Bagi saya, kebanggaan semacam itu tak bisa tergantikan oleh barang mewah sekalipun.

Saya bangga mempunyai suami yang sayang, pengertian dan bertanggung jawab pada keluarga.  Memang, pernikahan kami karena perjodohan.  Namun tak lantas saya menyikapinya sebagai sebuah paksaan.  Justru saya meyakini moment itu adalah skenario Allah yang harus saya perankan.  Sebagai aktris di panggung kehidupan, saya memang harus memerankan tokoh itu sebaik mungkin, agar saya mendapatkan piala citra kehidupan.  Hasilnya memang luar biasa, piala itu telah saya raih.  Saya berada di tengah-tengah orang yang mencintai saya dengan tulus.

saya bangga berada diantara mereka

Kehidupan keluarga kami memang tidaklah glamour.  Tak ada mobil, rumah pun masih numpang, bahkan masih ada hutang yang harus kami bayar demi membiayai sekolah suami beberapa bulan yang lalu.  Untuk biaya hidup sehari-haripun saya harus membuat rincian agar gaji suami cukup sampai akhir bulan.  Terlebih biaya pendidikan anak yang harus saya anggarkan.  Namun semua itu tak membuat saya, suami dan anak saya menyesali atas kehidupan yang melingkupi kami.  Justru kami senantiasa bersyukur, karena kami yakin, jauh di luar sana masih banyak kehidupan yang lebih menyedihkan, dan perlu mendapat uluran tangan.

Saya tidak pernah menyesal atas keputusan yang saya ambil.  Kalau menjadi sarjana, selain gelar yang kita raih, ijasahpun kita dapatkan.  Dan hanya butuh waktu empat tahun belajar di perguruan tinggi.  Namun menjadi ibu rumah tangga!  Sungguh sebuah pekerjaan yang mulia dan membanggakan, yang akan berlangsung seumur hidup.

Bagi saya, menjadi ibu rumah tangga bukan hanya gelar sarjana atau ijasah yang saya miliki, melainkan pengalaman hidup.  Saya banyak mendapatkan pengalaman hidup semenjak menjadi ibu rumah tangga.  Bahkan pengalaman hidup itulah yang menambah wawasan saya, bagaimana menjadi istri yang baik bagi suami, bagaimana menjadi ibu yang baik bagi anak, atau bagaimana cara membuat suami dan anak bahagia.

Kebanggaan itu memang terasa simple bagi saya.  Ketika saya harus mengasuh anak, mendampingi pendidikannya, membantunya belajar, lalu disaat ulangan ternyata anak saya berhasil mendapatkan nilai bagus, itulah kebanggaan saya.  Atau ketika belajar menjadi wanita yang bijak, membuatkan menu spesial untuk keluarga, mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan baik, menganggap suami dan anak sebagai raja di rumah, lantas mereka menyambutnya dengan senyum bahagia, itupun juga kebanggaan bagi saya.

Terus terang mengapa saya bangga berada di tengah-tengah suami dan anak saya?  Tak lain karena suami saya adalah orang yang sangat baik.  Darinya saya belajar tentang arti memberi dan menerima.  Dia selalu mengajarkan saya untuk memberikan sesuatu kepada orang yang membutuhkan, meski jumlahnya tak besar, walau kami  juga tak begitu mempunyai sesuatu yang berlebih.  Bahkan di saat menerima sesuatu dari orang lain, diapun selalu mengajarkan untuk menerima yang sewajarnya.

Demikian juga dengan anak saya.  Dia anak yang baik, yang rajin beribadah.  Meski  anak semata wayang, namun dia bukanlah anak yang manja.  Saya selalu mengajarkan menjadi pribadi yang mandiri.  Bahkan yang membuat saya bangga padanya, meski dia seorang anak laki-laki namun hatinya lembut. Dia selalu menangis manakala melihat pemandangan yang menyedihkan, seperti orang cacat dipinggir jalan atau seorang nenek yang tua renta yang mengais makanan di tong sampah.

Yah...itulah kebanggaan yang saya miliki.  Kebanggaan yang sederhana, yang mungkin menjadi sesuatu yang remeh bagi orang lain.  Namun justru itulah sebuah kebanggaan yang saya rasakan, terpancar dari lubuk hati yang paling dalam, yang membuat saya merasa puas.  Dan bukan berasal dari impian memiliki mobil mewah atau rumah bagus.  Karena belum tentu hal itu akan abadi. Terus terang mempunyai mobil mewah atau rumah bagus akan menjadi beban bagi saya, karena saya pasti memikirkan darimana mendapatkan uang untuk membayar pajak mobil atau rumah yang demikian mahalnya, sementara gaji suami saya masih dipotong bank.....hehehe.......





Video yang ditayangkan diatas sungguh memberikan pelajaran berharga bagi kita.  Ketika kita mempunyai sebuah impian, maka segeralah kejar impian itu, berusahalah untuk menggapainya.......
"Mengapa gak mengejar impian dari sekarang? Mengapa harus menunggu kaya? Iya kalau kaya, kalau enggak"

Dan ketika kita meraih impian itu, berbuatlah sesuatu agar kita merasa puas dengan apa yang kita raih, jangan menunggu orang lain mengakuinya, karena itu akan sia-sia.......
"Melelahkan sekali kalau kita terus mengejar pengakuan dari orang lain.  Kepuasan itu dari sini (sambil menunjuk hati), bukan dari sana (sambil menunjuk kearah gedung).  Apa sih arti kebanggaan buat elo......"




Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Artikel CineUs Book Trailer Bersama Smartfren dan Noura Books

Posting Komentar

12 Komentar

  1. video Cine-Us nya kok gak ditampilkan mba...
    Kebanggaan setiap org memang berbeda ya mba... dan kebanggaan adalah wujud syukur kita pada Ilahi Robbi, saya setuju itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya nih mba Santi netbookku gak bisa mengembed video, aneh, padahal biasanya bisa lho, ntar deh nunggu laptop msh dibawa suami, belum saya daftarkan juga kok...hehehe...
      Yap betul setiap orang memang mempunyai pandangan yang berbeda tentang arti kebanggaan dan kita tidak bisa menjudge arti bangga kepada orang lain karena belum tentu mereka sependapat dengan kita.
      Terima kasih mbak Santi.....

      Hapus
  2. Sip Mba, setuju dengan artikel ini. Semoga sukses kontes lombanya.


    Salam wisata

    BalasHapus
  3. klo ada yang meremeh kan seorang ibu rumah tangga, mereka salah besar. Ak baru tau setelah menikah dan puny anak, ternyata jauh lebih capek dan melelahkan menjadi seorang ibu rumah tangga ketimbang wanita karir.

    BalasHapus
  4. Kadang ortu saya sendiri pun menyesalkan keputusan saya menjadi ibu rumah tangga, Mbak Yuni. Buat apa orang tua nyekolahin kamu tinggi2, kata mereka. Kalau yang bilang orang lain, saya mah cuek. Tapi klo ortu sendiri, ngenes. :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang orang tua tidak bisa menerima keadaan anakknya yang jauh dari harapannya dan itu wajar mbak Ira, karena mereka menginginkan anaknya bisa hidup berkecukupan, padahal andai mereka tahu menjadi ibu rumah tangga pun juga sebuah keputusan yang penuh pertimbangan

      Hapus
  5. Saya kok malah kepengen jadi ibu rumah tangga. jadi istri yang sukses, jadi ibu yang sukses dalam rumah tangga. Agaknya pemikiran beberapa orang tentang lulusan sarjana yang menjadi IRT itu negatif. jadi seharusnya mereka tau, wanita yang berpendidikan itu sangat penting untuk menyiapkan generasi selanjutnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itulah mbak kadang profesi ibu rumah tangga dipandang sebelah mata oleh sebagian orang, apalagi sampai seorang sarjana hanya menjadi ibu rumah tangga, pasti dianggap rugi sekian tahun kuliah.....saya setuju dg pendapat mbak Ayu....

      Hapus
  6. Perbandingan antara wanita karier dan IRT ini seperti tak berkesudahan. Selama kita bahagia menjalaninya, lupakan kata orang. Semangat, Mbak ^_^

    BalasHapus
  7. nice post,begitu seharusnya seorang ibu...semoga kelak istriku terbuka hatinya,mohon doanya.Istriku rela meninggalkan anak kami yg berusia 6bln kepada nenek/pengasuhnya demi mengejar titel s3 dan sebuah pengakuan akan jabatan dan karir dosennya.Entah mengapa istriku tdk ada rasa bersalah meninggalkan anak kami dg susu formula demi ambisi2nya.Ia bisa mendidik mahasiswanya tp tak mampu merawat&menyusui anaknya sendiri.Yang dikejarnya adalah sebuah eksistensi dan pengakuan masyarakat bahwa ia bisa s3 sblm usia 30thn.

    BalasHapus

Silahkan berkomentar yang sopan dan tidak saru, berkomentarlah menggunakan nama yang jelas, jangan nyepam atau meninggalkan konten dan link jualan, jadilah blogger yang sportif demi membangun hubungan baik. Terima kasih sudah mengunjungi blog ini...